Cari Blog Ini

Senin, 10 Januari 2011

Konsep Persaudaraan dalam Islam

Oleh : Nur Hidayatullah
A. AL-IFTITAH
Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka dalam "ketergesa-gesaan". Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan, karena harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi tidak peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.
Termasuk dalam kategori di atas adalah ketidakpedulian seseorang terhadap sesama muslim, sebagai contoh para tikus-tikus berdasi yang duduk di parlemen, mereka ini jelas sekali tidak menghiraukan nasib saudaranya. Banyak rakyat miskin yang terlantarkan, untuk mencari sesuap nasi-pun bagi mereka sulit, pendidikan mereka-pun terhenti di tengah jalan karena persaingan hidup yang ketat. Begitu teganya orang-orang yang tidak menghiraukan saudaranya sesama muslim.
Akan tetapi islam sebagai agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan bermasyarakat, merekomendasikan akan hak dan kewajiban yang semestinya diterima seorang muslim.Islam adalah agama yang menghormati dan menghargai HAM. Sebagai pembawa kabar gembira dan ajaran Islam, sejatinya Nabi Muhammad SAW adalah seorang pejuang pembela HAM teragung.
Melihat pentingnya persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat, saya mengekemukakan poin-poin penting pada makalah saya ini, di antaranya adalah:
• Pengertian persaudaraan
• Persaudaraan dalam persfektif islam
• Persaudaraan terhadap non-muslim
• Persaudaraan sesama muslim.


B. PEMBAHASAN
1) Pengertian persaudaraan
Secara bahasa Persaudaraan berasal dari dari kata saudara, yang kalau kita buka kamus berarti orang yang seibu sebapa; orang yang bertalian keluarga, sanak; orang yang bersegolongan. Dalam bahasa arab disebut dengan ukhuwwah yang berasal dari kata akh.
Adapun secara istilah, persaudaraan saya artikan sebagai hubungan yang terjalin antara seseorang dengan orang lain atau masyarakat yang mencakup masalah sikap, tindakan, dan sebagainya terhadap orang yang berhadapan dengan dirinya . Baik hubungan itu terjalin dengan harmonis atau sebaliknya. Tanpa definisi-pun kita tahu benar akan arti apa itu persaudaraan, karena Persaudaraan itu telah kita rasakan dalam hidup ini, rasa suka, cinta, sayang, bahkan marah, jengkel, dan buruk sangka mungkin pernah melanda kita.
Menurut saya, pengertian persaudaraan secara umum berbeda dengan persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah islamiyah), karena ukhuwwah islamiyah pernah diilustrasikan Rasulullah dengan bangunan yang saling menguatkan antara yang satu dengan yang lain. Jadi, ukhuwwah islamiyah dipahami sebagai persahabatan. Arti persahabatan itu tentulah berbeda dengan persaudaraan menurut adat atau kebiasaan orang indonesia. Sahabat sudah pasti teman, tapi teman bukan berarti sahabat.
Persaudaraan yang dimaksudkan adalah bukan menurut ikatan geneologi, tapi menurut ikatan iman dan agama. Hal tersebut diisyaratkan dalam larangan Allah SWT mendoakan orang yang bukan Islam setelah kematian mereka. Firman Allah SWT : “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman meminta ampun (kepada Allah SWT) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabatnya.” (At-Taubah : 113)


2) Persaudaraan dalam persfektip islam
Kebajikan itu sebajik namanya, keramahan seramah wujudnya, dan kebaikan sebaik rasanya. Orang-orang yang pertama kali akan dapat merasakan manfaat dari semua itu adalah mereka yang melakukannya. Mereka akan merasakan "buah"nya seketika itu juga dalam jiwa, akhlak, dan nurani mereka. Sehingga, mereka pun selalu lapang dada, tenang, tenteram dan damai.
Perbuatan baik itu laksana wewangian yang tidak hanya mendatangkan manfaat bagi pemakainya, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan manfaat psikologis dari kebajikan itu terasa seperti obat-obat manjur yang tersedia di apotik. Menebar senyum manis kepada orang-orang yang "miskin akhlak" merupakan sedekah jariyah. Ini, tersirat dalam tuntunan akhlak yang berbunyi, "... meski engkau hanya menemui saudaramu dengan wajah berseri." (Al-Hadits)
Seteguk air yang diberikan seorang pelacur kepada seekor anjing yang kehausan dapat membuahkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Ini merupakan bukti bahwa Sang Pemberi pahala adalah Dzat Yang Maha Pemaaf, Maha Baik dan sangat mencintai kebajikan, serta Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya. Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan
Rabb-nya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.) (QS. Al-Lail: 19-21).
Memahami situasi masyarakat indonesia bukanlah merupakan pekerjaan yang sederhana. Indonesia memiliki keanekaragaman sejarah, budaya, suku, dan agama yang begitu komplek. Berbicara tentang persaudaraan dalam kacamata islam, islam sangat memperhatikan masalah ini, islam telah mengatur bagaimana seharusnya seseorang bersikap dan bertindak dalam menghadapi lawan interaksinya dengan baik. Tidak hanya mengatur tata cara persaudaraan sesama muslim akan tetapi juga mengatur suatu konsep persaudaraan antar umat beragama yang berbeda keyakinan dan ritualnya dengan ajaran islam. Lebih rincinya persaudaraan dapat dibagi menjadi: 1) persaudaraan antar manusia; 2) persaudaraan sesama muslim.

4) Persaudaraan (ukhuwwah) sesama manusia
Telaah menarik tentang persaudaraan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat adalah nilai yang berkembang di dalamnya, yaitu segi yang membuat suatu konflik dalam masyarakat. Menurut George M. Foster, ada dua segi besar yang terkait dengan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Pertama, masyarakat berada pada posisi yang paling tidak sehat atau berbeda pandangan atas sesuatu, termasuk nilai tertentu, disebabkan olek karena adanya penggolongan (fationalisme) berdasarkan parameter tertentu. Misalnya faktor kesukuan, keagamaan, ideologi dan kepartaian.
Kedua, pertentangan timbul di dalam masyarakat, oleh karena adanya perbedaan kepentingan (vested interest). Sebagai contoh, banyak dari perubahan sosial dalam ekonomi yang sedang dipromosikan di dunia dewasa ini, ditafsikan sebagai mengancam situasi keamanan dari kelompok atau wilayah tertentu. Konflik yang ditimbulkan oleh kepentingan, bisa berwujud pertentangan antara pemilik modal uang (peminjam) dengan kredit dan sebagainya.
Islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala aspek kehidupan, termasuk juga persaudaraan. Persaudaraan sesama umat manusia ini dapat kita lihat bagaimana Rasulullah menghargai dan toleransi kepada ahli dzimmah , terhadap golongan ini, rasulullah melarang umat islam untuk menyiksa dan mencaci-maki mereka. Begitu juga ketika Rasulullah mengajak para sahabatnya agar tidak berlaku kasar kepada kaum kristen koptik. Jadi, dalam bermasyarakat beliau tidak berbuat kasar kepada sahabat-sahabatnya begitu juga kepada orang kafir, beliau melarang kaum muslimin untuk mencaci maki tuhan mereka, karena hal itu akan membuat mereka (orang kafir) mencaci Allah tanpa tahu-menahu. Dengan demikian persaudaraan yang dijalin Rasulullah dengan orang kafir berjalan dengan harmonis, dengan sikap seperti inilah rasulullah disegani oleh kawan maupun lawan, wal hasil banyak orang yang dulunya membenci islam jadi masuk islam dengan senang hati dan gembira.
Kita dapat mengambil contoh tentang bagaimana persaudaraan yang baik terhadap non-muslim, yang sering anak muda tonton adalah film ”Ayat-ayat Cinta”, film ini mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya seorang muslim berinteraksi dengan baik kepada orang yang berbeda agama. Lebih-lebih kita menyimak hadis nabi yang terucap dari ucapan Fakhrie :”man adzaa dzimmiyan faqod adzaanie, wa man adzaanie faqod adzallaha”
Artinya : ”Barangsiapa yang menyakiti seorang ahli dzimmah, maka ia telah menyakiti aku, dan barangsiapa yang menyakiti aku maka ia telah menyakiti Allah”.
Selain itu juga, persaudaraan yang baik dapat menghindari terjadinya konflik vertikal dan horizontal. Konflik vertikal yaitu pertentangan yang terjadi antara masyarakat atau warga negara dengan penguasa atau pemerintah. Konflik vertikal bisa disebabkan oleh karena ketidakadilan, perbedaan ideologi dan cara menggunakan kekuasaan. Salah satu contoh adalah pertikaian antara AGAM (Angkatan Gerakan Aceh Merdeka) dengan TNI di Aceh. Sedangkan konflik horizontal adalah suatu pertikaian atau ketidaksepahaman antara warga yang satu dengan warga masyarakat lain. Motif atas timbulnya konflik horizontal bisa didorong olrh perbedaan suku, agama, kepentingan dan sistem nilai yang berlaku. Misalnya, konflik masyarakat Dayak dan Madura di Kalimantan Barat, Tenagah dan sekitarnya. Senada dengan itu kerusuhan di Maluku, Ambon dan Poso tergolong pada konflik horizontal.
Konflik yang telah saya sebutkan di atas dapat diminimalisir atau bahkan dieliminasi dengan sekilas mengintip kepada lambang negara, burung garuda yang bertuliskan di pita pada kakinya berpijak, ”bhineka tunggal ika” yang berarti walaupun berbeda-beda namun tetap satu. Beda pendapat boleh asalkan rukun, kata-kata itulah yang sering kita liaht dan dengar di televisi dan spanduk di jalan raya. Cara saling memahami dan membangun wacana dalam perbedaan itulah yang kiata perlukan pada saat sekarang ini.
Kita dapat melihat bagaimana fenomena hubungan kita terhadap umat sedunia sekarang, khususnya dalam hal persaudaraan. Salah satunya adalah usaha pemerintah untuk menelorkan undang-undang anti terorisme, walaupun di dalamnya masih ada kontroversial. Bagi mereka yang setuju, terutama pemerintah, desakan masyarakat internasional untuk membuat rancangan undang-undang terorisme bisa dijadikan jalan pintas pemulihan ketertiban dan keamanan masyarakat, bantuan ekonomi internasional dan sorotan masyarakatt internasional. Meskipun implikasi riilnya yaitu counter produktif tidak bisa dielakkan.
Sedangkan bagi mereka yang tidak setuju, pembuatan rancangan undang-undang terorisme bukan alternatif yang direkomendasikan. Hal tersebut dianggap mendorong terciptanya sistem kekuasaan yang refresif. Konsekuensinya, rancangan undang-undang terorisme lebih terkesan bermuatan politis daripada bermuatan hukum, yaitu mendukung kampanye amerika serikat.
Menanggapi hal di atas kita perlu menyelesaikannya dengan kepala dingin, setelah membaca peristiwa ada apa dengan terorisme, maka yang kita dapat adalah anggapan orang kafir bahwa islam agama teroris, padahal islam bukan agama teroris, tapi ia adalah agama perdamaian yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan. Yang dibolehkan dalam islam adalah apabila orang kafir menyerang kita, maka tidak salah kita membela diri, melawan untuk menjaga kehormatan agama yang mulia ini. Kalau sudah seperti dia atas, kemudian ditambah dengan pemahaman yang matang lagi komprehensif terhadap konsep dan prinsip dakwah, yaitu tidak jemu-jemu dalam menyiarkan agama islam dan juga lakum diinukum wa liya dien. Maka bukanlah musuh yang memusuhi yang kita dapatkan, akan tetapi musuh yang mendukung bahkan ikhlas masuk islam karena sikap persaudaraan yang kita bangun bersama.

5) Persaudaraan Sesama Muslim (Ukhuwwah Islamiyah)
a) Sikap Persaudaraan Sesama Muslim dan Hubungan di Dalamnya
Kesetiaan kepada Allah, persaudaraan, dan solidaritas, adalah sifat-sifat penting orang beriman. Al-Qur'an mengatakan bahwa semua orang beriman adalah bersaudara. Mereka adalah orang-orang yang berbagi perasaan yang sama, berjuang untuk akhir yang sama, mengikuti kitab yang sama, dan berjuang untuk tujuan yang sama. Akibatnya solidaritas menjadi keunggulan alami dari sebuah komunitas orang beriman. Allah memuji kasih sayang orang beriman ini di dalam ayat berikut: “Sesungguhnya Allah menyayangi orang-orang yang berjihad di jalannya”. (As-Shaff: 4)
”Berpegang teguhlah kamu sekalian pada agama Allah, dan janganlah kamu berpecah belah. Ingatilah karunia Allah kepadamu, ketika kamu dahulunya bermusuh-musuhan, lalu dipersatukan-Nya hatimu, sehingga kamu dengan karunia Allah itu menjadi bersaudara. Dan kamu dahulunya berada di tepi jurang neraka, lalu Allah melepaskanmu dari sana. Demikianlah Allah menjelaskan keterangan-keteranganNya kepadamu supaya kamu mendapat petunjuk”. (Al-Imran: 103)
Taqwa itu berada di dalam dada kita, dalam hati kita sebagaimana Rasulullah Saw. Bersabda : “Taqwa itu disini seraya beliau menunjuk ke dada sampai tiga kali. Hal ini beliau ucapkan sasat mengatakan bahwa antara sesama muslim itu bersaudara, tidak boleh meganiayanya (menzaliminya) membohonginya dan acuh (meremehkan) kepadanya.
Apabila taqwa itu telah menjadi pakaian (libasut-taqwa) setiap orang yang beriman, maka di dalam berkasih-kasihan, cinta-mencintai dan tolong-menolongnya sesama mereka itu laksana satu tubuh yang jika salah satu anggotanya ada yang sakit, sekujur tubuh itu akan ikut merasakan sakitnya sampai-sampai tidak bias tidur dan menjadikan tubuh itu demam.
Hal ini terungkap dalam sabda Rasulullah saw :
Artinya : “Engkau lihat orang-orang mukmin dalam kasih syang mereka sesamanya, dalam saling cinta-mencintai antara mereka serta dalam tolong-menolong sesamanya adalah laksana satu tubuh, apabila tubuh itu merasa sakit salah satu anggotanya, maka sekujur tubuh akan merasakan sakitnya dengan tidak tidur dan terasa panas” (HR, Bukhari).
Maka dari itu hendaknya setiap muslim ikut merasakan penderitaan saudaranya, dimanapun ia berada, bangsa apapun dia, kita harus ikut solider (setia kawan) ikut merasakan deritanya.
Masyarakat dan kekeluargaan Islam yang harmonis adalah masyarakat yang anggota-anggota keluarganya saling mencintai, saling sayang-menyayangi terhadap sesamanya. Kasih sayang (sayang-menyayangi) adalah perasaan halus dan belas kasihan dalam hati yang membawa kepada berbuuat amalan-amalan memberi maaf dan berlaku baik. Gambaran kasih sayang sesama muslim, terlukis dalam firman Allah surat Al-Fath ayat 29 :
Artinya:“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang bersamanya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesame mereka”.(Al-Fath:29).
Nabi SAW menekankan pentingnya membangun persaudaraan Islam dalam batasan-batasan praktis dalam bentuk saling peduli dan tolong menolong. Sebagai contoh, Beliau bersabda, “Allah SWT menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya” (H.R. Muslim). Bodoh sekali seorang muslim yang mengharapkan belas kasih khusus dari Allah SWT jika ia tidak memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan muslim lainnya. Sebagai akibatnya, persaudaraan kaum muslim tidak saja merupakan aspek teoritis ideologi Islam, tapi telah terbukti dalam praktek aktual pada kaum muslim terdahulu (salaf) ketika mereka menyebarkan Islam kepenjuru dunia. Kemanapun orang-orang Arab muslim pergi, apakah itu ke Afrika, India, atau daerah-daerah terpencil Asia, mereka akan disambut hangat oleh orang-orang yang telah memeluk Islam tanpa melihat warna kulit, ras, atau agama lamanya.
Contoh kasih sayang sesama muslim antara lain dengan memberikan bantuan kepada Fakir dan miskin, menurut Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mengatakan bahwa kedua golongan ini termasuk di antara delapan golongan yang berhak menerima zakat. Adanya kedua golongan ini dalam masyarakat Islam merupakan suatu pertanda kemiskinan umat, yang harus diperangi demi kesejahteraan hidup mereka di dunia ini. Untuk ini zakat bisa banyak berfungsi bila betul-betul dikelola dengan benar sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Demikian pula pilar terbesar Islam, haji, yang mengandung esensi pilar-pilar lainnya, menekankan persaudaraan orang-orang beriman dalam semua ritus-ritusnya. Pakaian bagi orang-orang lali-laki yang sedang haji, dikenal dengan Ihram terdiri dari dua lembar kain, selembar dipakai seputar pinggang, selembar yang lain diselempangkan di atas bahu. Kesederhanaan pakain in dikenakan oleh jutaan jamaah haji dari berbagai penjuru dunia menunjukan hakekat persatuan dan persamaan dalam persaudaraan Islam.
Lain dari pada itu kita harus saling memahami satu sama lain, jangan membuka aib sesame kita, karena hal itu akan membuat persaudaraan bagaikan kapal pecah. Sebagai contoh, apabila di dalam kereta api kita mendengar orang yang berkentut, maka sebaiknya kita diam saja, karena kasian nasib orang yang berkentut kalau kita beritahu kepada yang lain, ia akan merasa malu setelah melepaskan gas secara diam-diam. Pokoknya kita harus mempunyai seribu satu cara bagaimana memahami orang lain.

b) Sikap persaudaraan sesama muslim dan dunia luar
Orang-orang beriman adalah orang-orang rendah hati yang memiliki rasa persahabatan dan kasih sayang satu sama lain. Karenanya solidaritas dan persatuan diantara mereka terpelihara secara alami. Namun di dalam komunitas semacam ini ada saja hal-hal yang membuat kita tetap harus berhati-hati karena sikap yang salah dapat menyebabkan perpecahan dan menciptakan iklim yang merusak solidaritas di antara orang-orang yang beriman.
Alasan dasar untuk sikap-sikap yang tidak diingini tersebut adalah jiwa (nafsun). Memang benar bahwasanya seorang mukmin itu toleran dan hangat. Namun setiap orang memiliki sisi jahat dalam jiwanya, dan pada saat sedang lemah moral, seseorang dapat dengan mudah dikendalikan oleh sisi jahat jiwanya. Dengan kata lain dia bisa terpengaruh oleh kecemburuan, ego diri, ataupun ambisi.
Itulah sebabnya Al-Qur'an menekankan bahwa pengaruh kuat dari sisi jahat jiwa sebagai ancaman serius bagi persatuan orang beriman. Mengingat bahwa jiwa dapat menunjukkan isyarat setan pada manusia dan dapat menyesatkan orang mukmin, mereka seharusnya menghindari bersikap dalam tata cara yang akan memprovokasi sisi jahat mukmin lain. Di dalam Al-Qur'an, Allah memerintahkan sebagai berikut:
“Dan katakanlah kepada para hambaku-Ku: "Hendaklah mereka berbicara dengan ucapan yang sebaik-baiknya" dalam berdakwah. Bahwasanya setan itu suka menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya antara setan dan manusia terbentang permusuhan sejak dahulu.” (Isra: 53)
Ayat di atas secara meyakinkan memberikan sebuah pesan penting. Allah memerintahkan kepada orang beriman untuk saling menegur menggunakan cara terbaik yang mungkin dilakukan (bukan hanya "baik" tapi "terbaik") sebab setan juga bertujuan menciptakan pertikaian diantara orang beriman.
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah bertengkar sesamamu, nanti kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu. Dan tabahlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang tabah.” (Al-Anfal: 46)
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa seorang mukmin seharusnya tidak pernah membiarkan persaingan maupun pertikaian terjadi diantara saudara-saudaranya mengingat persaingan dan pertikaian adalah sifat dasar orang primitif. Seorang mukmin dituntut untuk tidak menimbulkan rasa iri pada diri orang lain. Karenanya sifat rendah hatilah yang dapat membasmi persaingan diantara orang beriman. Sifat kunci lainnya yang ditekankan di dalam Al-Qur'an adalah pengorbanan diri. Seorang mukmin selalu memberikan prioritas kepada kebutuhan dan keinginan orang mukmin lainnya atas dasar kesalehan dan kesenangan berbuat demikian.
Pada dasarnya, persaingan, rasa iri, dan sikap suka berdebat adalah tiga faktor dasar yang merupakan ancaman serius terhadap pemeliharaan rasa persaudaraan dan solidaritas diantara orang mukmin. Sifat suka bersaing yang mungkin ditimbulkan oleh ambisi benar-benar merusak ikatan persaudaraan, merusak jiwa, dan menjerumuskan pelakunya kepada kemunduran moral.
Perselisihan maupun perdebatan diantara orang mukmin akan merusak keseluruhan perjuangan, mengurangi persatuan dan kekuatan orang mukmin namun menguatkan perjuangan, menambah persatuan dan kekuatan orang kafir. Jika terus begini, penganiayaan oleh orang kafir terhadap orang mukmin akan terjadi kecuali kalau orang mukmin saling melindungi satu sama lain. Al-Qur'an membuat pengamatan berikut: “Adapun orang-orang yang kafir, mereka bersetia kawan terhadap sesamanya dalam menghadapi kaum mukmin. Jika kamu tidak menggalang kesetiakawanan pula seperti mereka, akan terjadilah kekacauan dan kerusakan yang besar di muka bumi ini”. (Al-Anfal: 73)
Berikut ini adalah perintah-perintah tegas di dalam Al-Qur'an mengenai persaudaraan dan persatuan diantara orang mukmin:
“Janganlah kamu seperti orang-orang yang berpecah belah dan bersilang- sengketa sesudah datang kepada mereka bukti yang terang! Untuk mereka disediakan siksaan yang besar.” (Al-Imran: 105).

”Mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. Jawablah "Bahwa yang berhak menentukan pembagian harta rampasan perang itu, ialah Allah dan Rasul. Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah, peliharalah hubungan baik sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Al-Anfal:1)
”Sesungguhnya orang-orang yang berpecah-belah dalam agamanya, sehingga mereka menjadi beberapa golongan, tidaklah hal itu menjadi tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka terserah kepada Allah, untuk kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka tentang apa yang mereka perbuat.” (An-An'am: 159)
Seorang mukmin diharuskan untuk saling berkasih sayang antar sesama. Kerendah-hatian adalah sifat khusus orang mukmin. Sedangkan kesombongan dan rasa iri bukanlah sifat orang mukmin melainkan sifat orang kafir. Dengan demikian, orang mukmin seharusnya menghindari jeratan sisi jahat jiwanya dan secara terus-menerus memohon perlindungan Allah, bertobat serta berjanji untuk berubah. Adapun kesudahan yang menanti orang yang tidak mengekang sisi jahat jiwanya digambarkan di dalam surat al-Hujurat ayat 10:
“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara kerena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah SWT supaya kamu mendapat rahmat.”
Semua muslim adalah bersaudara. Karena itu, jika bertengkar mereka harus bersatu kembali dan bersaudara seperti biasanya. Hal ini diperkuat oleh larangan Rasulullah SAW terhadap permusuhan antar muslim. Abu Ayyub Al-Anshary meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak seorang muslim memutuskan silaturrahmi dengan saudara muslimnya lebih dari tiga malam yang masing-masingnya saling membuang muka bila berjumpa. Yang terbaik diantara mereka adalah yang memulai mengucapkan salam kepada yang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

C. AL-KHULASHAH WAL IKHTITAM
Sebagai seorang mukmin kita harus memperhatikan nasib saudara kita yang seiman dan seagama. Karena kita disuruh oleh Allah untuk berlaku seperti itu, ”fa ashlihuu bayna akhawaikum”. Selain dinilai ibadah, persaudaraan yang baik merupakan bentuk solidaritas dan kepedulian kita terhadap sesama. Kalau ada seseorang yang membutuhkan bantuan kita, maka hendaknya kita membantunya, niscaya Allah akan membantu kita dalam menghadapi masalah yang kita hadapi. Dan bantuan Allah itu bisa langsung dari Allah atau melalui perantara makhlukya.
Kita adalah manusia yang tak lepas dari kesalahan dan kekhilafan, dari sinilah diperlukan nasihat dan kesabaran dalam menghadapi problematika umat. Oleh sebab itu, kita harus saling menasehati kepada saudara kita yang berlaku kurang pantas atau janggal di dalam bermasyarakat agar ia keluar dari lembah hitam dan menuju cahaya terang benderang.
Adapun terhadap non-muslim hendaknya kita toleran kepada mereka, jangan saling mengejek dan acuh tak acuh, akan tetapi kita membangun wacana dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda pemahaman dan keyakinan. Namun kita tetap konsisten mengakui bahwa agama islam adalah agama yang terbaik. Kita dibolehkan toleransi dalam hal muamalah saja, bukan toleransi masalah akidah, kita tetap berusaha mengajak mereka untuk menuju kepada kebenaran hakiki.
Menghargai mereka adalah solusi tepat agar tidak terjadi kekacauan dan ketidakharmonisan dalam bermasyarakat. Kita berusaha mengaplikasikan firman Allah, ”Inna ad-diina ’inda Allah al-islam” dengan ”lakum dienukum waliya dien”. ”Lakum dienukum waliya dien” itu ditafsirkan oleh Imam Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya ”Shafwatu at-Tafaasiir” dengan ”Lakum Syirkukum waliya tauhiidie”, yang artinya bagimu kesyirikan-mu dan bagiku ketauhidan-ku (kepada Allah). Dengan ini dapat kita ambil benang merah yaitu kita harus mengajak mereka untuk berjalan di atas agama Allah (islam). Dakwah tetap kita jalankan, meskipun bukan dengan lisan tapi dengan prilaku, ucapan kita di hadapa mereka. Dengan persaudaran yang baik seperti di atas, insyallah kita akan menuai hasilnya (kebaikan di dunia dan akhirat). Wallahu A’lamu bi ash-Shawab


D. DAFTAR PUSTAKA
Al-Banjari, Muhammad Arsyad, Sabilal Muhtadin, Kairo: Dar-el Kutub , 1311 H.
Jawahir, Thontomi, islam, politik, dan hukum. Yogyakarta : Madyan Press,cet. 1, 2002.
Foster, George M, Traditional Society and Technological Change, Second Edition, New York, Harps-row Publisher, 1973.
Al-Hassan, Ahmad Y, Factors Behind The Decline of Islamic Science
Aidh Al-Qarni, Laa Tahzan, .
Suharto & Tata Iryanto, Kamus bahasa Indonesia terbaru, Surabaya :.indah, 2004.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Shafwatu At-Tafasir, Surabaya : Dar-el Kutub Al-Islami, 2001.
Fachrurrozy, Mohammad, Mutiara Qalbu, Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru, 2006.
Abu, Ameenah, Menolak Tafsir Bid’ah, Bandung : Bilal Phillips, 2004
Asy’ari, Hasyim, Sang Kiai, Yogyakarta : Qalam, cet I, 2005.
Al-Kumayi, Sulaiman, Menuju Hidup Sukses, Semarang : Pustaka Nuun, 2005.

Identitas Nasional

Oleh : Nur Hidayatullah
BAB I

PENDAHULUAN
Sebuah negara merupakan gabungan dari beberapa individu yang menempati wilayah tertentu, dimana dalam wilayah tersebut terdapat identitas atau ciri dari keberagaman sebuah golongan atau kelompok. Banyak kalangan berpendapat bahwa gelombang demokratisasi dapat menjadi ancaman serius bagi identitas suatu bangsa. Hampir tidak satu pun bangsa didunia ini yang luput dari serangan teror demokratisasi, sehingga perlu adanya kewaspadaan suatu negara untuk menaggulangi ancaman tersebut.
Identitas suatu negara pada dasarnya merupakan sebuah manifestasi nilai-nilai budaya yang tertata rapi dan tumbuh berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa. Adanya identitas nasional menjadikn negara mampu dikenal oleh negara lain tanpa mengurangi keanekaragaman budaya lokal yang telah disepakati. Ini menunjukan adanya suatu rasa toleransi kenegaraan yang nantinya membawa suatu negara mempunyai kekhasan yang tidak dimilki oleh negara manapun. Dengan kekhasan inilah suatu bangsa bisa menonjolkan kemampuanya untuk menutupi kekurangan dari dalam yang telah dimilki oleh negara dan bangsa lain, dan identitas sebuah negara selalu berkembang dan dinamis dengan menaggapi kemajuan zaman.


BAB II

RUMUSAN MASALAH

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pendahuluan di atas, maka kami akan membahas beberapa pokok permasalahan yang akan menjadi pembahasan selanjutnya, antara lain :
o Pengertian Identitas nasional
o Unsur-unsur identitas nasional
o Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
o Nilai pancasila dalam kehidupan bernegara
o Globalisasi versus Glokalisasi
o Multikulturalisme mengeksistensikan identitas


BAB III

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Identitas adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada sesuatu atau seseorang yang berguna untuk membedakannya terhadap lainnya. Hal ini mencakup fisik ataupun non fisik dan juga dinyatakan secara sadar oleh seseorang, kelompok atau suatu bangsa untuk mengungkapkan dirinya. Sedangkan nasional itu berasal dari nation yang berarti bangsa yang menunjukkan kesatuan komunitas sosiokultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, dan tujuan serta ideologi bersama. Jadi identitas nasional adalah suatu identitas yang melekat pada suatu kelompok besar (negara) yang terikat oleh kesamaan-kesamaan fisik seperti halnya budaya, agama, bahasa dan juga hal-hal yang berisfat non fisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan.
Secara umum identitas nasional terdiri dari beberapa macam yaitu :
o Identitas fundamental, bahwa Pancasila merupakan falsafah bagi negara Indonesia.
o Identitas instrumental, identitas dikatakan sebagai alat untuk menciptakan cita-cita yang diinginkan berupa undang-undang 1945, lambang, bahasa serta lagu kebangsaan.
o Identitas religiusitas, di Indonesia agama dan kepercayaan bersifat pluralistik.
o Identitas sosiokultural, bahwa keanekagaraman juga menyelimuti suku serta budaya yang ada.

B. Unsur-unsur identitas Nasional
Salah satu identitas negara adalah dikenal sebagai sebuah bangsa yag majemuk. Kemajemukan bansa Indonesia dapat silihat dari sisi sejarah, kebudayaan suku bangsa, agama dan bahasa.
1. Sejarah
Menurut catatan sejarah, sebelum menjadi sebuah identitas negara yang modern, indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Dua kerajajan nusantara, majapahit dan sriwijaya misalnya, dikenal sebagai pusat-pusat kerajaan nusantara yang pengaruhnya menembus batas-batas teritotial dimana dua kerajaan itu berdiri.
Kebesaran dua kekrajajan nusantara tersebut telah membekas pada senangat perjuangan bangsa indonesia pada abad-abad berikuttnya ketika penjajahan asing menancapkan buku imperialisnya. Semangat juang bangsa indonesia dalam mengusir penjajah menurut banyak kalangan telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangasa indoonesia yang kemudian menjadi salah satu undur pembentuk identitas nasional indonesia.
2. Kebudayaan
Aspek kebuyaan yang menjadi unsur pembenttuk identitas nasional melipuyti tiga unsur yaitu: akal budi, peradaban, dan pengetahuan. Akal budi bangsa indonesia misalnhya dapat dilihat pada sikap ramah dan santun bangsa indonesia. Sedangkan unsur identitas peradabannya, salah satunya , tercermin dari keberadaan dasar negara pancasila sebagai kompromi nilai-nilai bersama (shared values) bangsa indonesia yang majemuk. Sebagai bangsa maritim, kehandalan bangsa indonesia dalam pembuatan kapal pinisi di masa lalu perupakan identitasa pengetahuan bangsa indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia.
3. Suku bangsa
Kemajemukan merupakan identitas lain bangsa indonesia . namun demikian lebih dari sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi bangsa indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan hal lain yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan alamiiyah bangsa indonesia dapat dilihat pada keberadaan lebih dari 300 kelompok suku. Beragam bahasa, budaya dan keyakinan yang mendiami kepulauan nusantara.
4. Agama
Keanekaragaman agama yang merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah indonesia. Dengan kata lain, keberagaman agama dan keyakinan di indonesia tidak hanya dijamin oleh konstitusi negara.tetapi juga merupakan rahmat tuhan yang maha esa yang harus tetap dipelihatra dan dilestarikan serta diisyukuri bangasa indonesia. Mensyukuri nikmat kemajemukan pemberian allah dapat dilakukan dengan salah satunya sebagai berikut; sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi suatu aagama, baik mayoritas maupun minoritas atas kelompok lainnya.
Mensyukuri nikmamt kemajemukan pernah ditunjukkan oleh kalangan nasionalid muslim pada masa awal-awal pembentukan negara kesatuan republik indonesia. Alasan mereka untuk menjadikan islam sebagai dasar negaraa. Dengan alasan islam sebagai agama mayoritas ditarik kembai demi terwujudnya persatuan dan kesatuan negara republik indonesia. Kalangan nasionalis islam itu sepakat untuk tidak menjadikan islam sebagai agama resmi negara. Peristiwa tersebut memilikki dampak yang sangat besaarbagi perjalanan negara iindonesia dan islam di indonesia si kemudian hari. Pada sisi yang lain, sikap kalangan muslim nasionalis telah berakibat pada pembentukan karakter keislam yang khas di indonesia, yang berbeda dengan kebanyakan negara-negara islam yang lain. Karakter islam di indonesia yang lebih moderat dan tidak monolitik merupakan undur lain yanf membedakan islam indoneis dan islam di negara lainnya di dunia.
5. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut dientitas nasional ondonesia. Sekalipun indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahas indonesia (bahasa yang digunakana bangsa melayu) sebagai bahasa penghubung lingua franca) berrbagia kepulauan nusantara memberrikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa indonesia.Peristiwa sumpah penmuda pada tahun 1928, yang menytakan bahwa bahasa idonesia merupakan bahasa persatuan bangsa indonnesia, telah memberikan nilai tersendiri bagi pembentukan identitas nasional indonesia. Lebih dari sekedar bahasa nasional, bahasa indonesia memiliki nilai tersendiri bagi bangsa indonesia, ia telah memberikan sumbangan besar paada pembentukan nasionalisme indonesia.

C. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
Istilah pancasila telah dikenal sejak zaman majapahit pada abad ke – 14, yaitu terdapat dalam buku Negarakertagama karangan empu prapanca dan dalam buku sutasoma karangan empu tantular. Dalam buku sutasoma ini istilah pancasila di samping mepunyai arti “berbatu sendi yang lima” berasal dari bahasa sangsakerta; panca berarti lima dan sila berarti berbatu sendi, alas atau dasar. Juga berarti “ pelaksanaan Kesusilaan yang lima” (pancasaila karma)
Menurut Prof. Muhammad Yamin bahwa “perkataan pancasila yang kini kita pakai sebagai istilah hukum, pada mulanya dipakai oleh Bung Karno ketika pidatonya tanggal 1 Juni 1945 untuk memberi nama paduan sila yang lima”.
Melalui pernyataan sejarah di atas, maka dapat dikatakan jika sejak saat bangsa Indonesia mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejak itu pula telah disepakati untuk berdasarkan Pancasila dalam mengatur kehidupan negara, serta masyarakatnya. Dengan demikian Pancasila tidak boleh hanya sebuah angan-angan, ia harus benar-benar dapat dimengerti dan dapat memberikan pedoman terhadap kita dalam menghadapi serta memecahkan persoalan-persoalan secara nyata. Dan sebaliknya, kita juga harus merasa dirinya telah terikat dan bertanggungjawab terhadap asas-asas yang telah disepakati bersama.
Pancasila bukan hanya untuk diucapkan, dikaji atau suatu semboyan besar yang selalu diagung-agungkan dan juga bukan kata-kata indah yang dicantumkan di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 45’. Sebaliknya pancasila haruslah diamalkan, dilaksanakan dalam segala bentuk kehidupan. Jadi maksudnya adalah diharapkan Pancasila benar-benar terwujud secara nyata di kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai Pancasila termasuk golongan nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai materiil serta non materiil secara seimbang. Hal ini dapat dilihat dari susuna kelima silanya yang telah tersusun sistematis dan hirarkis yang dimulai dari sila pertama hingga kelima yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalam sila-silanya terkandung hal-hal yang penting untuk memajukan negara Indonesia dan menjunjung tinggi martabatnya. Sehingga sebagai dasar negara, Pancasila akan mempunyai kedudukan yang kuat karena berakar pada pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri.
Sebagaimana yang telah dicantumkan pada paragraf di atas bahwa jiwa Pancasila telah ada sejak berabad-abad lamanya dan keberadaannnya bersamaan dengan adanya bangsa ini. Sehingga Pancasila menjadi salah satu khas tersendiri bagi bangsa Indonesia yang membedakannya dengan negara atau bangsa lainnya. Dan oleh karena itu Pancasila telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan bangsa ini. Dan sebagai jiwa bangsa Indonesia, Pancasila akan menjadi ruhnya yang akan menentukan mati hidupnya serta watak dan kepribadian Indonesia. Begitu juga ia akan memberikan semangat, atau pendorong terhadap kemajuan bangsa.
Memang ada kemungkinan jika tiap-tiap sila secara terpisah, negara lain juga dapat memilikinya karena ia bersifat universal. Akan tetapi bagi bangsa Indonesia pancasila merupakan kelima sila yang tidak dapat dipisahkan yang berarti merupakan satu kesatuan yang utuh. Dan inilah yang memberi corak dan ciri khas terhadap bangsa Indonesia sehingga merupakan jiwa dan kepribadian Indonesia.

D. Nilai pancasila dalam kehidupan Bernegara
Dianggap sebagai bangsa yang besar manakala suatu bangsa mampu hidup dalam kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur budaya luar yang dianggap baik dan dapat memperkaya nilai-nilai lokal. Ketidkka mampun beradaptasi dengan budaya luar sering kali menempatkan bangsa tersebut ke dalam kisaran kehilangan sebuah identitas dirinya namun tidak mampu pula dalam mengadopsi budaya luar yang dianggap tidak sesuai denagan tujuan negara.
Pancasila merupakan capaian terpenting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa indonesia.pancasila tidak lain merupakan konsensus nasional bangsa indonesia yang majmuk dan pancasila ini sebagai bingkai kemajmukan bangsa indonesia. Pancasila ini lahir sebagai respon dan bertemunya beragam keberagaman. Dalam hal ini pancasila merupakan simbol pesatuan dan kesatuan bangsa indonesia dimana pertemuan nilai-nilai dan pandangan ideologi terpaut dalam sebuah titk persatuan yang menjadi landasan bersama dalam mengarungisebuah kehidupan dalam suatu negara.
Pemasalahan yang muncul sekarang adalah muncul berbagai wacana yang menghagatkan kembali debat mengenai pancasila, berbeda dengan orde baru yang sama sekali tidak memberi tempat bagi interpretasi lain, diskursus pancassila selamaselama era reformasi telah menghasilkan sejumlah wacana penting yang perlu disimak. Pertama, wacana tentang pancasila sebagai kontrak sosial dan bukan sebagai ideologi. Pancassila sebagai norma-norma yang disepakati bersama sebagai dasar kehidupan sosialdan kenegaraan indonesia merdeka.
Kedua, wacana pancasila sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila disini adalah identitas kebangsaan dan keindonesiaan atau seebagai nilai kultural masyarakat indonesia atas dasar bagaimana negara indonesia dibentuk. Nilai-niaii yag ada di pancasila dianggap sebagaiperangkat nilai yang mampu menjadi perekat sosialsekaligus prefensi ideal yang seharusnya dipelihara dan di perjuangkan dalam bidang sosial, politik dan budaya. Sebagai ideologi negara, pancasila dimiliki oleh beragam suku bangsa indonesia. Pancasila dapat berfungsi secara efektif sebagai perekat keberagamaan masyarakat indonesia. Fungsi ini hilang manakala pancasila di ubah menjadi ideologi negara. Pancasila hanya menjadi justifikasi dari otoritasme belaka, dan terlalu banyak fakta yang berlawanan dalam pancasila.
Ketiga, wacana mengenai pancasila sebagai visi bangsa dan negara. Pancasila dalah cita-cita atau harapan yang hendak diraih, bukan kondisi faktual sekarang. Pandangan ini dihasilkan dengan argumen bahwa terlalu banyak kondisi faktual saat ini yang jauh dari nilai-nilai pancasila. Namun dengan begitu pancasila tidak berguna, pancasila bagai kompas yang mampu menunjuk arah kemana bangsa dan negara harus meluruskan langkah dan perjuanganya.
Keempat, wacana yag meletakkan pancasila sebagai konsepsi politis atau ideologi negara. Pancasila hanya berlaku dalam lingkup publik dan hanya berkutat pada domain politik. Hal ini akan membuat pancasila hanya berlaku pada struktur dasar dari keidupan kenegaraan. Dengaan skema itu ideologi-ideologi yang ada dalam domain privat, golonggan dan asosiasi terbatas diperbolehkan hidup dan serta harus diakui dan dihormati negara. Ideologi yang bersuber dari agama misalnya, hanya berlaku untuk pendukungnya saja, namun untuk kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang bersifat plural tetap harus menggunakan ideologi pancasila.
Walaupun terjadi banyak wacana, adanya kesepakatan bahwa pancasila dijadikan sebagai dasar kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang seharusnya terus disegarkan dan di kontektualisasikan. Kedua tidak menjadikan pancasila sebagai doktrin komprehensif dalam mengatasi dan menolak ideologi lain. Ketiga tidak menjadikan pancasila sebagai kebenaran tunggal, monointerpretasi dan justifikasi otoritaranisme sebuah negara.

E. Revitalisasi Pancasila
Dalam harian kompas yang dirilis pada tanggal 1 juni 2008 justru memperlihatkan pengetahuan masyarakat mengenai pancasila merosot tajam, 48,9% responden berusia 17 sampai 19 tahun tidak bisa menyebutkan sila-sila pancasila secara benar dan lengkap, 42,7 % responden berusia 30 sampai 45 tahun salah sebut menyebut pancasila dan responden berusia 46 tahun keatas lebih parah yakni sebanyak 60,6 %salah sebut menyebut kelima pancasila
Menurut azra paling tidak ada tiga faktor yang membuat pancasila semakin sulit dan termarjinalkan dalam perkembangannya saat ini. Pertama, pancasila terlanur tercemar karena kebijakan rezim soeharto yang menjadikan pancasila sebagai alat politik untuk mempertahanakan status quo kekuasaanya. Rexim soeharto misalnya, menetapkan pancasila sebagai asas tunggal bagi setiap organisasi, baik organisasi kemasyarakatan maupun organisasi politik. Rezim orde baru juga mendonisasi pemaknaan pancasila yang seelanjutnya didoktrinasikan secara paksa melalui penatara pedoman penghayatan dan pengamatan pancasila (P4).
Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan yang ditetapkan presiden B.J. Habibi tentang pancasila sebagai satu-satunya asas setiap organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas ideologi-idologi lain, khususnya yang berbasiskan agama (religion-based idelogy). Aibatnya pancasila cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik.
Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan. Jika tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin menumbuhkan sentimen local-nationalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nationalism. Dalam proses ini, pancasila baik sengaja maupun akibat langsung dari proses desentralisasi akan makin kehilangan posisi sentralnya.
Karena posisi pancasila yang krusial seperti ini, tegas azra, maka sangat mendesak untuk dilakukan rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila. Hal itu bisa dilakukan dengan menjadikan pancasila sebagai ideology terbuka yang idealogis. Kini, sudah waktunya para elit dan pemimpin nasional memberikan perhatian khusus kepada ideology pemersatu ini jika kita betul-betul peduli pada integrasi negara bangsa Indonesia.

F. Globalisasi versus Glokalisasi
Secara umum globalisasi adalah suatu perubahan social dalam bentuk semakin bertambahnya keterkaitan antara masyarakat dengan factor-faktor yang terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi modern.
Globalisasi merupakan fenomena berwajah majemuk. Seperti diuraikan scholte (2000) sebagaimana dikutip oleh sugeng Bahagijo dan darmawan triwibowo. Bahwa globalisasi sering diidentikan dengan 1.Internasionasionalisasi, yaitu hubungan antar negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal.2. Liberalisasi yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan pemerintah untuk membuka ekonomi tanpa pagar( borderless world) dalam hambatan perdagangan. Pembatasan keluar masuk mata uang, kendali devisa dan izin masuk suatu negara. 3. Universalisasi yaitu ragam hidup seperti makanan Mc donal, kendaraan, di seluruh pelosok penjuru dunia. 4. Westernisasi atau amerikanisasi yaitu ragam hidup model budaya barat atau amerika, 5, deteritorialisasi yaitu perubahan – perubahan geografi sehingga ruang social dalam perbatasan tempat, dan menjadi berubah. Atau istilah david Harvey menyebutnya sebagai “ pemadatan ruang waktu” atau “ pengerutan Dunia “
Berbagai gejala globalisasi seperti dijabarkan diatas, membawa akibat dalam tata kehidupan manusia, dalam pola tingkah laku, bahkan dalam system nilai yang berlaku.
Salah satu konsep yang ikut berkembang bersamaan globalisasi adalah glokalisasi. Istilah glokalisasi dipopulerkan oleh Roland Robertson. Pada tahun 1977 dalam suatu konferensi “Globalization and indigenous Culture”. Menurut Eko Budiarjo, Guru Besar universitas diponegoro, glokalisasi berarti “ Globalization with local flavor” Dalam wilayah budaya glokalisasi dimaknai sebagai munculnya interpretasi produk-produk global dalam konteks local yang dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai wilayah budaya..
Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa konsep globalisasi berbanding terbalik dengan globalisasi. Memang pada dasarnya glokalisasi timbul dan merupakan efek dari globalisasi. Tapi substansi dari glokalisasi yang mempunyai gen citarasa local mempertahankan identitas nasional.
G. Multikulturalisme mengeksistensikan identitas.
Konsep masyarakat multikultur nampaknya relevan bagi penegasan kembali identitas nasional bangsa Indonesia yang demokratis, ingklusif dan toleran dengan tetap mengakar pada identitasnya yang majemuk sebagaimana terefleksi dalam konsep negara pancasila. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat menjadi modal social bagi pengembangan model masyarakat multicultural.yang dimaksud dengan modal social dari suatu masyarakat ialah system nilai yang hidup dan dipelihara serta dihormati untuk dilaksanakan di dalam suatu masyarakat.dalam rangka untuk menjaga kohesi dan integrasi social maka modal sosila yang harus dikembangkan sebagai berikut :
1. Ideologi dan tradisi local yang masih berfungsi harus dipelihara.
2. Menjaga dan melaksanakan jaringan social yang masih berfungsi
3. Institusi-institusi local masih berfungsi dan adaptif terhadap perubahan haruslah dipertahankan.


BAB VI

PENUTUP
Mungkin ini sedikit uraian mengenai identitas nasional yang erat kaitanya denagan globalisasi yang disitu dengan perkembangan zaman dikhawatirkan kekhasan sebuah negara akan sedikit tergeser, dan akhirnya semoga ulasan diatas dapat memberikan sedikit pengetahuan bagi siapa saja yanng mwmbacanya.


Daftar Pustaka
Darmodiharjo, Dardji. Santiaji Pancasila. Malang: Universitas Brawijaya. 1979.
Daman, Drs. Rozikin. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta : Rajawali Pers. 1992.
Effendy. Falsafah Negara Pancasila. Semarang: DutaGrafika. 1985.
Pabottingi, Mohtar. Pancasila: Representasi Nasion dan Demokrasi. Depok: FISIP UI. 2006.
Saad Ali, As’ad. Negara Pancasila ( Jalan Kemaslahatan Berbangsa ). Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta: 2009.
Ubaedillah, A. Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah. 2007.

Fenomena Gender

Oleh : Nur Hidayatullah
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa tahun belakangan ini istilah gender menjadi bahan perbincangan yang hangat di berbagai forum dan media, formal maupun informal. Hampir setiap bidang pembangunan menganjurkan dilaksanakannya analisis gender dalam komponen program. Namun, tidak sedikit pula yang masih menganggap bahwa Gender adalah sama dengan jenis kelamin atau lebih sempit lagi, gender sama dengan perempuan. Hal ini tidak mengherankan mengingat memang lebih banyak kaum perempuan yang mendapat dampak dari ketidakadilan gender dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat, daripada kaum laki-laki. Sehingga, ketika masalah gender diperbincangkan, seolah-olah hal tersebut telah identik dengan masalah kaum perempuan.

BAB II
RUMUSAN MASALAH
Dalam fenomena gender ini saya akan membahas permasalahan-permaslahan yang terkait, antara lain:
1. Pengertian Gender
2. Gender dalam Agama & Sosial budaya
3. Konstruksi Gender



BAB III
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN GENDER
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti "jenis kelamin". Dalam Webster's New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Di dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a component of gender).
Berdasarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 disebutkan bahwa
Gender merupakan konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
Sebab terjadinya bias gender antara lain:
a. agama
b. sosial budaya
c. politik
d. kehidupan domestik

2. GENDER DALAM AL-QUR’AN
Agama hadir untuk manusia dan bukan untuk Tuhan. Dia tidak membutuhkan apa-apa dan siapa-siapa. "Wa Allah Ghaniy 'an al 'Alamin". Sebelum agama diturunkan Tuhan kepada mereka melalui para utusan-Nya, manusia telah hadir dalam ruang dan waktu kebudayaan. Dengan kata lain, sebelum agama diturunkan dan dihadirkan, manusia sesungguhnya telah berkebudayaan. Kehadiran agama dalam ruang dan waktu kebudayaan manusia dimaksudkan untuk mengarahkan dan memberikan petunjuk apa yang sebaiknya dilakukan, dipikirkan dan diekspresikan oleh manusia baik untuk kepentingan personalnya maupun dalam kehidupan bersamanya. Untuk hal yang sama agama juga memberikan peringatan apa yang seharusnya tidak dilakukan mereka. Alquran menyatakan dirinya sebagai : "hudan li al Naas wa Bayyinat min al Huda wa al Furqan". Agama menawarkan petunjuk jalan yang bisa dipilih manusia berikut konsekuensi-konsekuensi yang harus diterima masing-masing. Agama, untuk hal ini, selalu membuat dua macam petunjuk normatif : norma universal dan norma kontekstual.
Norma universal adalah nilai-nilai yang berlaku mondial dan melampaui ruang dan waktu. Nilai-nilai ini sesungguhnya merupakan kehendak nurani semua orang di manapun dan kapan saja. Ia adalah norma-norma asasi dan melekat pada setiap orang. Beberapa diantaranya adalah kesetaraan, kebebasan, keadilan, persaudaraan, kehormatan (martabat) dan cinta. Norma-norma ini merupakan dasar yang dituntut oleh semua kebudayaan manusia. Karena itu ia menjadi milik semua orang, semua jenis kelamin, semua bangsa dan semua keyakinan. Sementara norma kontekstual adalah pandangan-pandangan, tradisi-tradisi dan aturan-aturan tertentu yang dibuat untuk memenuhi kehendak kebudayaan dan kehendak sosial tertentu. Keunggulan intelektual laki-laki atas perempuan, sebagai contoh, adalah norma kontekstual. Ia bukan norma yang melekat pada setiap laki-laki atas setiap perempuan. Oleh karena demikian, norma-norma ini tidak selalu sama untuk semua kebudayaan manusia. Ia juga tidak selalu ajeg, tetapi mengalami proses yang terus menerus untuk menjadi sempurna. Inilah yang saya kira disebut dengan norma-norma budaya atau kebudayaan.
Norma-norma kebudayaan tersebut pada gilirannya menjadi ajang interpretasi para sarjana muslim dari zaman ke zaman dan satu tempat ke tempat yang lain dalam perspektif yang berbeda-beda. Interpretasi-interpretasi mereka berbeda-beda, karena ruang dan zaman mereka yang berbeda. Faruq Abu Zaid, dalam "Al Syari'ah al Islamiyyah Baina al Muhafizhin wa al Mujaddidin" mengatakan bahwa keberagaman interpretasi tersebut merupakan refleksi, apresiasi dan ekspresi kebudayaan masing-masing.
Perempuan yang sering disalahtafsirkan itu mempunyai gambaran yang tersendiri, seperti yang terakam dalam al-Quran. Yang harus diambil ikhtibar daripada dua gambaran perempuan ini adalah citra yang ideal dengan citra yang berkembang dalam sejarah dunia Islam. Citra wanita yang diidealkan dalam al-Quran ialah wanita yang memiliki kemandirian politik (alistiqlal al-siyasi - s. al-Mumtahanah [60]:12), sebagaimana yang tergambar dalam peribadi Ratu Balqis, perempuan penguasa yang mempunyai kerajaan superpower la-ha carshun cazim (s. al-Naml [27]:23), dan memiliki kemandirian ekonomi (s. al-istiqlal al-iqtisadi - s. al-Nahl [16]:97), seperti pemandangan yang disaksikan Nabi Musa AS di Madyan, wanita pengelola penternakan (s. al-Qasas [28]:23) dan juga memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan peribadi Argumen Kesetaraan Gender - Perspektif Al-Quran 51 (al-istiqlal al-shakhsi) yang diyakini kebenarannya, biarpun menghadapi suami bagi wanita yang telah berkeluarga (s. al-Tahrim [66]:11), atau menentang pendapat awam bagi wanita yang belum berkeluarga (s. al-Tahrim [66]:12). Wanita juga boleh menyuarakan kebenaran dan melakukan gerakan menentang pelbagai kebinasaan (s. al-Tawbah [9]:71). Malah, al-Quran menyeru supaya memerangi negeri yang menindas kaum wanita (s. al-Nisa’ [4]:5) kerana lelaki dan perempuan sama-sama berpotensi menjadi khalifatun fi al-ard [s. al-Nahl [16]:97) dan
sebagai hamba (al-Nisa’ [4]:124).
Aspek penting dalam dari metodologi istimbat hukum yang diinterpetasikan oleh para pemuka agama adalah bahwa pemahaman tentang ayat-ayat suci Al-qur’an dipengaruhi oleh keadaan, persepsi, perspektif, dan kecenderungan penafsir sendiri. Sementara itu ayat-ayat tersebut memang suci, tetapi pemahaman dan penafsiranlah yang manusiawi. Dengan demikian, hukum-hukum yang diformulasikan tersebut sebagian adalah suci dan sebagian yang lain adalah manusiawi. Bahkan pada periode awal sejarah islam, ada perbedaan interpretasi terhadap ayat-ayat al-quran, dan dalam menerima hadis juga tidak ada kesatuan.

KESETARAAN GENDER DALAM AL-QUR’AN
1. Lelaki dan perempuan sama-sama sebagai hamba (s. al-Dzariyat [51]:56). Yang paling mulia di sisi Allah ialah mereka yang paling banyak bertakwa, tanpa membedakan apakah lelaki atau perempuan
(s. al-Hujurat [49]:13). Memang ada ciri-ciri khusus yang diperuntukkan kepada lelaki, seperti suami berada setingkat lebih tinggi di atas isteri (s. al-Baqarah [2]:228), lelaki pelindung bagi perempuan (s. al-Nisa’ [4]:34) , mendapat warisan pusaka lebih banyak (s. al-Nisa’ [4]:11), menjadi saksi yang efektif (s. al-Baqarah [2]:282), dibenarkan berpoligami bagi yang memenuhi syarat (s. al-Nisa’ [4]:3). Akan tetapi, ini bukanlah tiket untuk menyebabkan lelaki menjadi hamba-hamba utama. Keistimewaan ini diberi kepada lelaki dengan keupayaannya sebagai anggota masyarakat yang memiliki peranan awam dan sosial lebih, ketika ayat-ayat al-Quran itu diturunkankan. Sebagai hamba Allah s.w.t., baik lelaki mahupun perempuan, akan mendapat penghargaan daripada Tuhan, sesuai dengan kadar pengabdiannya
(s. al-Nahl [16]:97).
2. Lelaki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Selain bermaksud menjadi abid, manusia - sama ada lelaki ataupun perempuan - bertujuan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini (s. al-An’am [6]:165, al-Baqarah [2]:30).
3. Lelaki dan perempuan menerima perjanjian primordial. Setiap anak yang lahir harus menerima perjanjian dengan Tuhannya, seperti yang terpapar dalam surah al-A’raf [7]:172. Di samping itu, Allah memuliakan semua anak cucu Adam (s. al-Isra’ [17]:70). Menurut tradisi Islam, perempuan tidak pernah dianggap sebagai subordinasi lelaki, sebagaimana yang terdapat dalam doktrin agama yang lain, malah perempuan mukallaf dapat melakukan Argumen Kesetaraan Gender - Perspektif Al-Quran 57 pelbagai perjanjian, sumpah dan nazar, baik sesama manusia mahupun kepada Tuhan. Tidak ada sebarang kelakuan yang dapat menggugurkan janji, sumpah atau nazar mereka sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam surah al-Ma’idah [5]:89. Begitu juga dalam tradisi Islam, ayah dan suami juga mempunyai wibawa khusus, tetapi tidak sampai mencampuri urusan iltizam peribadi perempuan dengan Tuhannya. Dalam urusan keduniaan pun, perempuan mendapat haknya. Dalam politik, perempuan hendak berbai’ah kepada Nabi.
4. Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmos. Beberapa rumusan
dari drama ini dapat diambil. Antaranya ialah
a. Kedua-duanya dicipta di syurga dan memanfaatkan kemudahan syurgawi (s. al-Baqarah [2]:35).
b. Kedua-duanya mendapat kualiti godaan yang sama daripada syaitan (s.al-A’raf [7]:20).
c. Sama-sama memakan buah khuldi dan menerima akibat jatuh ke bumi (s.al-A’raf [7]:22).
d. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan (s. al-A’raf [7]:23).
e. Setelah berada di bumi, kedua-duanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan memerlukan (s. al-Baqarah [2]:187).
5. Lelaki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. Tidak ada perbedaan dari segi peluang untuk meraih prestasi semaksimum yang mungkin. Lihat surah Ali cImran [3]:195, al-Nisa’ [4]:124, al-Nahl [16]:97, dan Ghafir [40]:40.
Dengan demikian kita tahu bahwa perempuan di mata al-qur’an sama mulianya di hadapan Allah, karena yang membedakan kita hanyalah keimanan dan ketakwaan kita kebapa sang kholik. Salah satu bukti empiris bahwa al-qur’an mengangkat harkat martabat wanita adalah melarang bayiperempuan hidup-hidup pada jaman jahiliyah. Kemudian saya mengutip perkataan Muhammad Bukri Lubis, Ph.D bahwa : “Ayat-ayat gender turun secara sistematis di dalam suatu lingkup budaya yang sarat dengan ketimpangan peran jender. Dengan dipandu oleh pribadi seorang nabi dan Rasul maka implementasi ayat-ayat jender dapat disosialisasikan dalam waktu yang relatif cepat. Nabi Muhammad [s.a.w.] masih sempat menyaksikan kaum perempuan menikmati beberapa kemerdekaan yang tidak pernah dialami sebelumnya .... Hanya saja sering kali
ditemukan unsur budaya lokal lebih dominan di dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran.”
Al-qur’an juga menyebutkan bahwa bangsa arab pra-islam biasa menguburkan anak perempuan mereka hidup-hidup. Adat mengubur anak perempuan hidup-hidup yang tidak beradab ini, tampaknya sudah sangat tersebar luas di tanah arab pra islam, walaupun mungkin tidak sejauh yang biasa menjadi anggapan orang. Motifnya ada dua: ketakutan kalau-kalau pertambahan keturunan perempuan akan menimbulkan beban ekonomi, dan juga keturunan perempuan akan kehinaan yang sering kali disebabkan karena para gadis yang ditawan oleh suku musuh, dan selanjutnya menimbulkan kebanggaan penculiknya di hadapan para orang tua dan saudara laki-lakinya.
Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw. Bersabda: ”Barang siapa yang dikarunia anak perempuan, dan tidak dikubur hidup-hidup, tidak menghinakannya, tidak melebihkan anak laki-laki dari anak perempuan, maka dia akan dimasukkan Allah ke dalam surga”.
Dalam hadis lainnabi menyatakan bahwa api neraka tidak akan membakar seseorang yang menghadapi berbagai cobaan dan gangguan karena anak perempuannya, namunia tidak menyakitinya dan bertingkah laku yang baik terhadapnya.
Kita juga menemukan bahwa pada priode pra-islam tidak ada pembatasan tentang jumlah istri yang dapat dimiliki seorang laki-laki. Para pemuka dan pemimpin mempunyai banyak istri untuk menjalin hubungan dengan keluarga lainnya. Praktik pembujukan keluarga lain dan aliansi politik melalui perkawinan ini dipraktikkan dalam masyarakat feodal lainnya dalam skala yang sangat besar. Ath-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan bahwa seorang anggota suku Quraisy rata-rata mempunyai sepuluh orang istri. Dia mengatakan ada yang mengawini empat, lima, enam, atau bahkan sepuluh istri dan bertanya siapa yang bisa menghentikannya dari mengawini lebih banyak daro orang lain.
3. GENDER DALAM TINJAUAN ILMU SOSIAL
Ditinjau dari teori evolusi, sejarah gender ini sebenarnya telah berlangsung lama, meskipun istilah gender belum dikenal saat itu. Sejak jaman pra sejarah perempuan dan laki-laki mempunyai peran tersendiri, namun dalam hal kebijakan laki-laki sangat dominan dan seiring dengan perkembangan jaman peran perempuan semakin meluas di segala sisi. Keterpurukan peran perempuan pada beberapa zaman seperti jaman jahilia di Jasirah Arab juga menggambarkan betapa perempuan pada jaman dahulu dipandang sebelah mata.
Kesamaan perempuan dan laki-laki dimulai dengan dikumandangkannya ‘emansipasi’ di tahun 1950 dan 1960-an. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesamaan perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, yang memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan. Berkaitan dengan itu dikembangkan berbagai program pemberdayaan perempuan, dan mulai diperkenalkan tema Women In Development (WID), yang bermaksud mengintegrasi perempuan dalam pembangunan. Setelah itu, beberapa kali terjadi pertemuan internasional yang memperhatikan tentang pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD).
Tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan ‘The Millenium Development Goals’ (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Dengan demikian, gender adalah perbedaan peran, sifat, tugas, fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat, dan dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Dari tinjauan teori konflik, gender menimbulkan banyak benturan. Mulai dari keluarga dimana beberapa suami merasa dengan emansipasi perempuan dalam kebijakan, menimbulkan suami menjadi “kecil” dimata isteri belum lagi istri yang tidak menghiraukan keluarga karena kesibukan di luar rumah yang timbul akibat “gender” dan beberapa persoalan yang mendatangkan rasa tidak nyaman bagi suami/laki-laki dalam lingkungan keluarga. Di Pemerintahan kita banyak melihat PNS wanita yang lebih banyak menganggur daripada bekerja. Umumnya mereka lemah dalam penguasaan komputer sehingga tidak optimal dalam mengerjakan pekerjaan administrasi perkantoran. Padahal potensinya begitu besar kalau kita dapat memberdayakannya. Ada pula cerita tentang seorang perempuan yang baru ikut kursus penyetaraan gender, dan dengan menggebu-gebu dia menceritakan persamaan hak pria dan wanita. Lucunya begitu giliran buat laporan. eh dia pasrah sama pria rajin teman kursusunya.
Secara sosiologis, ada 2 konsep yang menyebabkan terjadinya perbedaan laki-laki dan perempuan:
o Konsep nurture : Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.
o Konsep nature : Perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima.
Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidak-adilan gender. Agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidak-adilan gender ini berdampak pula terhadap laki-laki.
Pengetahuan dan pengalaman kaum perempuan dihadirkan sebagai jalan untuk menghargai kemanusiaan perempuan. Dengan cara semacam ini pula subjektivasi dapat dilakukan khususnya dengan membiarkan perempuan bercerita dan mengungkapkan ekspresinya secara bebas dengan nilai dan ukurannya yang disusun sendiri. Dalam hal ini tataran dan pemaknaan suatu simbol atau isyarat yang diberikan oleh kaum perempuan harus dibedakan pada unit individu, rumah tangga dan keluarga atau bahkan institusi dengan struktur hubungannya sendiri-sendiri. Derajat otonomi perempuan dalam mengekspresikan dirinya sangat berbeda antara satu unit dengan unit lain. Unit-unit itu pula yang mendefinisikan berbagai bentuk hubungan gender yang hadir secara empiris. Diperlukan pemahaman teori-teori gender secara lebih rinci. Meneliti perkosaan sebagai suatu tindak kekerasan tidak akan kaya dengan nilai-nilai perempuan di dalamnya atau tidak akan sensitif dengan isu hubungan gender jika mengambil teori konflik, misalnya. Analisis akan bernuansa gender dalam aspek pengambilan kebijakan jika teori struktur dan fungsi atau teori pertukaran sosial yang dipakai.
Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Keluarga Dalam keluarga terjadi perimbangan peran antara suami dan isteri dan perluasan makna terhadap konsep kesalihan “Ketika isteri salihah dituntut untuk menyenagkan suami, maka suami salih juga dituntut untuk menyenangkan isteri” [dengan makna timbal balik] Prinsip yang digunakan adalah mu’asyarah bi alma’ruf antara suami dan isteri; saling melengkapi, saling mengisi dan saling memahami. [dalam ungkapan al-Qur’an, (suami/isteri) adalah pakaian yang lain]

4. KONSTRUKSI GENDER
Untuk memulai pembicaraan konstuksi gender saya akan mengutip perkataan seorang perempuan: ”Bila aku tercipta dari tulang rusukmu, kenapa aku bisa membuatmu hidupmu sempurna. bila aku ada karena kau ada, mengapa kau tak bisa sendiri saja”
”Dibalik seorang lelaki hebat selalu ada wanita hebat dan dibalik seorang wanita hebat selalu ada lelaki hebat juga.”
Rekonstruksi gender adalah suatu konsep pembentukan kembali ideologi gender yang telah disepakati oleh masyarakat pendukungnya. Konstruksi gender disebabkan adanya konstruksi sosial dan kultural yang sudah mapan dan dilembagakan dalam suatu masyarakat.
Konstruksi gender ini membawa dampak negatif dan positif terhadap keluaga, masyarakat dan lebih besar lagi berdampak dalam dunia politik.
Dampak positif rekonstruksi gender (eamansipasi wanita):
1. Bidang Pendidikan
Jaman sekarang udah banyak perempuan yang belajar menuntut ilmu sampai jenjang perguruan tinggi, hingga banyak profesor dari kaum perempuan. Baik dalam hal agama maupun budaya.
2. Bidang Politik
Dalam bidang politik, kita kenal dengan Sri Mulyani yang mempunyai kecakapan dalam menghitung keluar masuknya keungan negara, bahkan beberapa tahun silam Indonesia memilih Megawati sebagai Presiden tanah air ini. Tidak ditemukan dasar yang kuat bagi larangan untuik wanita yang ingin berpolitik, justru sebaliknya ditemukan sekian banyak dalil keagamaan yang dapat dijadikan dasar untuk mendukung hak-hak perempuan dalam bidang politik Salah satu yang dapat dikemukakan dalam kaitan ini adalah QS. at-Tawbah [9]: 71: “Orang orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah auliyâ` bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang makruf, mencegah yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan dirahmati Allah; sesungguhnya Allah Mahaerkasa lagi Mahabijaksana”.
3. Bidang Pekerjaan
Banyak hal yang dapat kita ambil manfaat dari jasa seorang perempuan, seperti menyediakan makanan di warung-warung, pasar, swalayan, selain itu ada juga yang bekerja sebagai pengumpul kayu bakar di hutan. Ini bukti bahwa seorang perempuan itu tidak saja terkebelakang dalam hal pekerjaan.
Menurut hemat saya, sebenarnya perempuan itu bebas untuk mengekspresikan pekerjaan apa saja yang ia kehendaki, selama tidak menyimpang dari pada syariat, seperti menjadi pelacur, biduan atau sebagainya. Karena yang ada pada zaman nabi dahulu, perempuan itu aktif juga dalam bekerja, bahkan aktif dalam peperangan sekalipun.
Ada yang bekerja sebagai perias pengantin seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias antara lain Shafiyah binti Huyay, istri Nabi Muhammad Saw., serta ada juga yang menjadi perawat, bidan, dan sebagainya.
Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang perempuan yang sangat sukses. Demikian juga Qilat Ummi Bani Anmar yang tercatat sebagai seorang perempuan yang pernah datang kepada Nabi meminta petunjuk-petunjuk jual-beli. Zainab binti Jahsy juga aktif bekerja menyamak kulit binatang, dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan.
Raithah, istri sahabat Nabi yang bernama Abdullah Ibnu Mas'ud, sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini. Sementara itu, Al-Syifa', seorang perempuan yang pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.
Demikian sedikit dari banyak contoh yang terjadi pada masa Rasulullah Saw., dan sahabat beliau, menyangkut keikutsertaan perempuan dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan.
Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi Saw. Namun, betapapun, sebagian ulama menyimpulkan bahwa Islam membenarkan kaum wanita aktif dalam berbagai kegiatan, atau bekerja dalam berbagai bidang di dalam maupun di luar rumahnya secara mandiri, bersama orang lain, atau dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, serta mereka dapat memelihara agamanya, dan dapat pula menghindarkan dampak-dampak negatif pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.

Dampak negatif rekonstruksi gender (Ketidakadilan gender)
1. Marginalisasi, yang direpresentasikan dalam pembakuan peran dan pengurangan atau penghilangan nafkah;
2. Subordinasi Perempuan, yangdiinkasikan dalam peminggiran perempuan dan pengekangan hak dan kebebasan dalam mengambil keputusan, diantaranya hak berbicara atau berpendapat dan hak untuk memilih jodoh;
3. Stereotipe Perempuan mengindikasikan bahwa perempuan mempunyai sifat penggoda, lemah, dan irasional; dan
4. Kekerasan Terhadap perempuan direpresentasikan dalam kekerasan seksual, fisik, dan psikologi.
Contoh kesetaraan gender di Indonesia antara lain:
*Perempuan tdk boleh menjadi saksi dalam pernikahan (Pasal 25, KHI-Inpres No. 1 1991) ditawarkan dengan “sebagaimana laki-laki, perempuan boleh menjadi saksi perkawinan” (Pasal 11, CLD-KHI)
*Suami adl kepala keluarga dan isteri adl ibu rumah tangga (Pasal 79 KHI) ditawarkan dengan “Kedudukan, hak, dan kewajiban suami dan isteri setara” (CLD-KHI)
*Bagian anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1 (KHI) ditawarkan dengan “Proporsinya sama, 1:1 atau 2:2”(Pasal 8 [3]).
Dalam perjalanannya, sebenarnya gender hanya cenderung pada lelaki dan perempuan saja, akan tetapi secara tidak sengaja terkonstruksi gender jenis ketiga “waria”. Selain itu ada juga Jenis-jenis kelainan seksual lainnya seperti gay, lesbi, biseks.
Nah, ternyata konstruksi gender waria ini juga membawa dampak positif dan negatif terhadap sosial masyarakat.
Dampak negatif konstruksi gender ini adalah timbulnya kriminalitas, antara lain:
(a) mencari uang saat melayani,
(b) merampas ponsel,
(c) membunuh kekasihnya ketika dirinya merasa dikhianati. Dampak negatif yang saya tulis disini merupakan hasil penelitian Raudhatul Jannah pada harian kompas dan jawa pos sejak tahun 2001-2004.
Adapun dampak positif konstruksi gender, antara lain:
(a) tidak akan terjadi kehamilan jika dirinya berhubungan badan dengan lelaki
(b) pasangan tidak akan direbut orang lain
(c) bisa kita jadikan bodi guide jika kita punya pacar waria, karena waria itu berotot.
Dampak-dampak yang saya tulis di atas merupakan analisis secara ngaur akan tetapi terbukti empiris.

BAB IV
PENUTUP
Islam adalah agama Rahmat li al-`alamin, tidak ada satu ketentuan hukum dan peratuaran diturunkan yang dapat merugikan pemeluknya. Kesetaraan dan keadilan gender adalah salah satu bentuk kebijakan yang membangun peradaban.
Aspek penting dalam menafsirkan adalah bahwa pemahaman tentang ayat-ayat suci Al-qur’an dipengaruhi oleh keadaan, persepsi, persfektif, dan kecenderungan penafsir sendiri. Sementara itu ayat-ayat tersebut memang suci, tetapi pemahaman dan penafsiranlah yang manusiawi. Dengan demikian, hukum-hukum yang diformulasikan tersebut sebagian adalah suci dan sebagian yang lain adalah manusiawi. Bahkan pada periode awal sejarah islam, ada perbedaan interpretasi terhadap ayat-ayat al-quran, dan dalam menerima hadis juga tidak ada kesatuan.
”Bila aku tercipta dari tulang rusukmu, kenapa aku bisa membuatmu hidupmu sempurna. bila aku ada karena kau ada, mengapa kau tak bisa sendiri saja”
”Dibalik seorang lelaki hebat selalu ada wanita hebat dan dibalik seorang wanita hebat selalu ada lelaki hebat juga.”
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Irwan. Penelitian berwawasan gender dalam ilmu sosial. Humaniora Volume XV, No. 3/2003. UGM Yogyakarta
Judistira, Ilmu-Ilmu Sosial Dasar-Konsep-Posisi. Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran. Bandung 1996
Nurjannah Ismail, Perempuan dalam pasungan. LKiS Yogyakarta: Yogyakarta. 2003.
Lubis, Bukhari Muhammad, Argumen Kesetaraan Gender - Perspektif Al-Quran: Jabatan Kesusasteraan Melayu Fakulti Bahasa Universiti Pendidikan Sultan Idris. (Tanjung Malim Perak: 2006)
Muhammad, husein, Al-qur’an, Perempuan dan media budaya. Cirebon 2008 (file:///H:/alquran-perempuan-dan-media-budaya.html)
An-Naisaburi. Asbab an-Nuzul. Beirut: Dar al-fikr . 1991.
Engineer, Ali Asghar, Pembebasan Perempuan. LKiS Yogyakarta: Yogyakarta. 2007.
Shihab, Muhammad Quraisy, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Mizan Pustaka : Bandung. 2006.

Tokoh Pelopor Teori Heliosentris

Oleh : Nur Hidayatullah
BAB 1
PENDAHULUAN

Sebenarnya fenomena langit telah diteliti sejak zaman kuno oleh orang orang Cina, Mesopotamia dan Mesir. Tetapi astronomi sebagai ilmu, baru berkembang pada zaman Yunani, yaitu pada abad VI. Pada zaman ini , ada dua teori mengenai peredaran planet-planet, yaitu teori geosentris dan teori heliosentris, dimana teori geosentris pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles (384-322 SM), dan teori heliosentris dikemukakan oleh Aristarchus (3 SM). Pada zaman ini teori ini saling bersaing.
Bagi orang awam teori geosentris adalah teori yang cenderung kepada kebenaran. Mungkin pandangan seperti inilah yang berlaku dari zaman Abu al-Basyar, zaman Adam dan Hawa (Manusia pertama yang hidup di bumi). Namun secara tidak sadar kita juga menggunakan teori geosentris dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang seperti ini telah terbukti secara empiris oleh mata kita yang memandang matahari terbit di sebelah timur dan tenggelam di sebelah barat. Dan akhirnya kita beramsumsi bahwa matahari-lah yang mengeliling bumi.
Pada abad pertengahan (12-15 M) orang-orang Eropa barat sangat mendukung Aristoteles. Apa saja yang dikatakan Aristoteles dianggap mutlak benar, dan Aristoteles mengatkan bahwa bumi adalah pusat alam semesta (geosentris). Pendapat ini juga dikemukakan oleh Plotomeus, dan Pandangan geosentris selama lebih dari tiga belas abad diterima oleh masyarakat dunia.
Pada abad XVI M, teori tersebut ditentang secara terang-terangan oleh Copernicus dengan mengatakan bahwa matahari merupakan pusat sistem tata surya dan bumi bergerak mengelilinginya dalam orbit lingkaran (Heliosentris). Pandangan ini mendapat dukungan oleh para tokoh astronomi, diantaranya yaitu Johannes Kepler (1609), Galileo Galilei (1609-1642), Sir Isac Newton (1643-1727).


BAB II
RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas, kami mengambil pokok permasalan yang nantinya akan kami kemukakan dalam makalah ini:
1. Sekilas tentang teori heliosentris
2. Siapakah tokoh pencetus teori heliosentris
3. Seputar Sejarah pelopor teori heliosentris

BAB III
PEMBAHASAN

1. Sekilas tentang teori heliosentris
Heliosentris adalah suatu pandangan yang dicetuskan pertama kali oleh Aristarchus dan disempurnakan oleh Nicholas Copernicus (1473-1543 M), yang mana berpendapat bahwa matahari adalah pusat tata surya serta bumi mengelilingi matahari serta benda langit itu akan terliht bergerak lamban apabila dia semakin jauh dari matahari.
Pada pandangan heliosentris ini, planet-planet yang ada di luar angkasa sana mengelilingi matahari dengan putarannya berbentuk orbit elip, dimana mataharilah sebagai titik pusatnya.
Pandangan heliosentris itu sebenarnya sudah dikeluarkan oleh Aristarchus. Namun dalam masyarakat dunia, Aristarchus tidak mendapat porsi jumbo di mata banyak orang sebagai pelopor pandangan ini, sebab kurangnya pendukung pandangan ini pada saat itu, Karena teori ini tertutup oleh kemajuan Aristoteles yang sangat terkenal pada waktu itu. Justru Nicolas Copernicus-lah yang menyandang reputasi besar yang mendunia sejak zaman pencerahan (Renaissance) sampai zaman modern sekarang ini.
Teori ini muncul dengan berbagai macam tantangan. Sampai-sampai Copernicus dianggap murtad oleh pemuka-pemuka gereja dan dianggap tidak waras oleh banyak kalangan ilmuwan karena telah melanggar dogma gereja dan dogma ilmu pengetahuan. Copernicus mengumumkan makalahnya tentang bumi mengelilingi matahari itu pada tahun 1543 M. Sehingga jelaslah apabila kita membaca kronologi sejarahnya, dapat disimpulkan bahwa teori heliosentris ini disebut juga dengan Sistem Kopernikus, system yang menempatkan matahari sebagai pusat Tata Surya. Sistem ini dalam bahasa inggris disebut Heliosentric, dan dalam bahasa arab disebut Mukhtash bimarkaz Asy-Syams.
Dalam pandangan heliosentris, ada 6 planet yang mengelilingi matahari, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, dan Saturnus.
Teori heliosentris selama 4 abad lamanya telah mengalami prasangka umum yaitu bahwa matahari dikelilingi oleh bumi sekaligus sebagai pusat tata surya. Teori ini banyak dikembangkan oleh para astronom. Misalnya astronom dari Inggris, Sir William Herschel dapat melihat gugusan bintang bima sakti (abad 18).
Teori atau pandangan heliosentris ini juga didukung oleh pendapat para astronom, bahwa matahari adalah induk dari satelit-satelit dan benda-benda langit lainnya .
Hal ini juga didukung oleh nash al-Qur’an, surat Ibrahim ayat 33:
“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang“.
Al- Anbiya’ ayat 33:
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.“


2. Tokoh Pelopor teori heliosentris
A. Aristarchus
Aristarchus dari Samos (sekitar 250 tahun SM) adalah orang pertama yang tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa bumi bulat, berputar sendiri sambil bergerak mengelilingi matahari. Ia merupakan seorang ahli astronomi Klasik Yunani yang pertama kali menemukan kepastian tentang system Heliosentris sekaligus pembantah pertama terhadap pendapat Aristoteles tentang teori geosentris-nya pada abad III SM. Dia berpendapat bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta (Geosentris). Akan tetapi, bumi berputar dan beredar mengelilingi matahari yang merupakan pusat gerak langit. Sistem seperti ini pernah juga dikatakan oleh Ekfant dan Hikatas yang merupakan Wakil angkatan pemikiran (sekolah) Pitagoras bahwa benda-benda langit tidak bergerak dan hanya Bumi berputar dengan kecepatan besar, dengan begitu pulalah diterangkan berbagai gejala langit yang lain. Filosof Yunani Heraclitus (abad III SM) tidak hanya mengakui putaran bumi sehari-semalam, tetapi juga beredarnya Merkurius dan Venus mengelilingi Matahari. Namun semua pernyataan itu telah dilupakan dan berganti dengan pengajaran geosentris yang (ternyata kemudian) non-ilmiah. Teori ini disebut teori Heliosentris.
Aristarchus merupakan tokoh yang hampir melakukan sebuah terobosan penting kedua setelah Aristoteles dalam dunia astronomi. Dikatakan sebagai terobosan penting, karena sebelumnya ada pendapat yang mengatakan bahwa bumi itu berbentuk datar yang dikemukakan oleh Thales. Pendapat Thales memang wajar, mengingat terbatasnya teknologi pada saat itu. Namun, tokoh ini berani mengemukakan pandangannya yang berbeda dengan kemampuan yang dimilikinya serta teknologi yang terbatas, bahwasanya bumi berputar dan beredar mengelilingi matahari yang merupakan pusat gerak langit. Namun sayang, teori ini kurang mendapatkan respon dari masyarakat saat itu.disamping itu pandangan ini juga dipengaruhi dengan majunya pandangan geosentris pada zaman itu, maka pandangan Aristarchus tidak terlihat. Serta pendukung Aristarchus amatlah sedikit.
Selain penemuan dan sumbangsih Aristarchus di bidang astronomi yang telah disebutkan di atas, Ia juga menemukan cara untuk mengukur besar kecilnya bulan dan matahari.
Gerhana Bulan: Bumi berada antara matahari dan bulan, yang menutupi bulan adalah bayangan bumi yang selalu lengkung mencuri cahaya matahari. Karena matahari 180 kali lebih besar dari pada bumi, maka bumilah yang mengelilingi matahari.

B. Nicolas Copernicus (1473-1543 M)
Nicolas Copernicus merupakan orang pertama yang secara terang-terangan mengatakan bahwa matahari merupakan pusat system tata surya, dan bumi mengelilinya dalam orbit lingkaran. Teori Heliosentris ini ia sampaikan dalam publikasinya yang berjudul ‘De Revolutionibus Orbium Caelestium. Nicolas Copernicus seorang ahli astronomi yang menentang pandangan geosentris dari Plotomeus ini lahir pada tanggal 19 pebruari 1473 di Torin, Polandia pada abad pertengahan dan pencerahan (renaissance).
Dalam system heliosentris ini bintang-bintang masih dianggap melekat pada sebuah bola langit dan beredar mengelilingi matahari (yang beredar di pusat), dan pada bintang-bintang tersebut terdapat planet-planet (termasuk bumi) yang selalu beredar mengelilinya sepanjang lintasan-lintasan yang masing-masing berbentuk lingkaran. Sistem Copernicus ini lebih sederhana dan lebih mudah memprediksi gerakan benda-benda langit dari pada Sistem Ptolomeus dengan gerakan-gerakan epicycles dari planet-planet itu.
Orang yang pertama kali menguasai ilmu pasti adalah Nicholas Copernicus (1473-1543) setelah menuntut ilmu pengetahuan di universitas krakau, Bologna Ferrara. Akhirnya ia belajar pada pusat ilmu pasti dan eksperimen di Padua.
Copernicus menjadi pejabat katedral di Frauenburg (Jerman Timur) dan bekerja sebagai administrator, diplomat, dan penasehat di university. Mula-mulanya dia dipaksa untuk menerima pembelajaran astronomi Ptolomeus secara resmi (geosentris) akan sejalan dengan perkembangan pola pikirnya, dia meragukan kebenarannya, dan akhirnya Copernicus menelitinya secara seksama dengan menggunakan data-data ilmu pasti baik yang sudah lama maupun hal-hal yang baru bermunculan.
Untuk masalah orbit, data yang didapatkan Copernicus memperlihatkan adanya indikasi penyimpangan kecepatan sudut orbit planet-planet. Namun ia mempertahankan bentuk orbit lingkaran dengan menyatakan bahwa orbitnya tidak kosentrik. Ia kemudian menggali ulang teori Aristarchus dan menulis sebuah buku.
Pada akhirnya pada tahun 1540-an dia menghasilkan suatu karya berjudul “De Revolusionibus Orbium Colestum” (tentang pemutaran badan-badan angkasa, 1543) disana dia mengemukakan bahwa ada suatu fakta yang telah dia ketahui yaitu bumi berputar pada sumbunya (rotasi) dan bersama-sama planet lain berputar mengelilingi matahari (revolusi).
Teori Copernicus ini mendapat sambutan hangat dari para ilmuwan pada zaman tersebut, khususnya dari kalangan ahli astronomi praktis walaupun ada dari mereka yang menguji. Akan tetapi, teori ini lebih banyak diterima oleh para ilmuwan dengan disertai eksperimen-eksperimen lebih lanjut.
Dengan alat-alat sederhana yang ada pada saat itu, Copernicus mempelajari gerakan-gerakan matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Tentu saja ia juga mempelajari astronomi zaman Yunani kuno. Ia menarik kesimpulan bahwa kalau matahari yang dianggap diam dan bumi serta planet-planet yang dianggap mengelilingi matahari.
Copernicus menjelaskan bahwa Mataharilah yang sesungguhnya menjadi pusat edar, dimana planet-planet (saat itu baru ditemukan 6 buah dalam tata surya kita) mengelilinginya. Artinya, menurut Copernicus, mataharilah yang sebetulnya merupakan pusat tata surya kita. Namun demikian, Copernicus masih menganggap orbit planet-planet tersebut masih berbentuk lingkaran, sementara matahari diam sebagai pusat edarnya di tengah lingkaran tersebut, demikian pula bintang-bintang yang diduga stasioner.
Copernicus tahu betul betapa bahayanya mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan pendapat gereja, apalagi pendapat Paus waktu itu. Selama tiga puluh tahun ia menyimpan bukunya di tempat yang terkunci sambil melakukan pengamatan lebih lanjut. Tetapi akhirnya ia memutuskan untuk menerbitkannya. Teori heliosentris Copernicus disampaikan dalam publikasinya yang berjudul de Revolutionibus Orbium Colestium kepada Paus Pope III dan diterima oleh gereja. Pada tanggal 24 Mei 1543, pada saat contoh bukunya diperlihatkan padanya, ia hembuskan nafasnya yang terakhir.

C. Galileo Gallilei
Galileo Galilei dilahirkan pada tahun 1564 di kota Pisa di-Italia. Galileo menjadi pendukung teori Copernicus.
Gallileo adalah salah seorang ahli astronomi yang mendukung teori heliosentrisnya Copernicus. Ia berhasil menjadi penemu teleskop pertama yang dapat dengan jelas melihat relief permukaan bulan, noda-noda matahari planet saturnus dengan cincinnya yang indah, planet yupiter dengan enam buah satelitnya. Dan yang tak kalah pentingnya melalui pengamatan dengan teleskopnya, ia mendapat kesimpulan bahwa bumi bukanlah pusat gerak. Salah satu pengamatan penting yang meyakinkannya mengenai teori heliosentris adalah masalah fase Venus berdasarkan teori geosentris. Ptolomeus menyatakan bahwa Venus berada dekat titik antara matahari dan bumi, sehingga pengamat dari bumi hanya bisa melihat Venus saat mengalami fase sabit. Tetapi berdasrkan teori heliosentris dan pengamatan yang dilakukan Galileo, semua fase Venus bisa terlihat, bahkan ditemukan juga sudut piringan Venus lebih besar pada saat fase sabit dibanding saat purnama. Penemuan ini tidak hanya membantu menguatkan teori heliosentris Copernicus, tetapi juga membuka lembaran baru dalam perkembangan dunia dunia astronomi.
Pada tahun 1616 M, Galileo diperingatkan agar jangan mendukung teori heliosentris dari Copernicus. Pada tahun 1632 M, Galileo menerbitkan bukunya yang berjudul “Dialogue Concerning The Two Chef System of The World ”. Pada musim dingin tahun 1633 M, ia dipanggil Komite Inquisisi dari gereja Katholik Roma. Setelah ditahan berbulan-bulan, pada tanggal 22 Juni 1633 ia diajukan ke pengadilan. Waktu itu usianya telah 70 tahun dan sering sakit-sakitan. Dalam keadaan tua, ia bersedia menarik kembali dukungannya pada teori Copernicus. Ia tidak jadi dihukum mati tetapi dikenakan tahanan rumah. Pada tahun 1642, Galileo meninggal dunia dalam status tahan rumah.
Salah satu contoh terkenal yang diajukan oleh para kritikus tersebut adalah Galileo Galilei, yang pada tahun 1633, dikutuk karena berpegang teguh pada ajaran jagad raya yang heliosentris (jagad raya berpusat pada matahari), teori yang pertama kali dicetuskan oleh Nicolaus Copernicus, seorang imam Katolik. Setelah bertahun-tahun diinvestigasi, berkonsultasi dengan Paus, berjanji kemudian dilanggar oleh Galileo sendiri, dan akhirnya suatu pengadilan oleh Tribunal Inkuisisi Romawi dan Universal, Galileo didapati "dituduh sebagai bidaah" - bukan bidaah, sebagaimana yang seringkali secara keliru disebut-sebut. Meskipun ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa dua dari empat thesis ilmiah yang dikedepankan oleh Galileo sebenarnya keliru, yakni bahwasanya Matahari adalah pusat jagad raya, dan bahwasanya Bumi mengitari Matahari dalam orbit berbentuk lingkaran sempurna, Paus Yohanes Paulus II secara terbuka mengungkapkan penyesalan atas tindakan-tindakan orang-orang Katolik yang memperlakukan Galileo dengan buruk dalam pengadilan pada tanggal 31 Oktober 1992. Sebuah abstraksi dari tindakan-tindakan dalam proses pengadilan terhadap Galileo dapat dijumpai di Arsip Rahasia Vatikan (Vatican Secret Archives), yang mereproduksi sebahagian arsip tersebut dalam situs web-nya. Kardinal John Henry Newman, pada abad ke-19, berkata bahwa orang-orang yang menyerang Gereja Katolik hanya mampu menunjukkan kasus Galileo, yang bagi banyak sejarawan tidaklah membuktikan adanya oposisi Gereja terhadap ilmu pengetahuan karena justru banyak rohaniwan Katolik pada masa itu yang didorong oleh Gereja untuk meneruskan penelitian mereka.

D. Johanes Kepler
Johannes Kepler adalah seorang penerima tongkat estafet teori Copernicus sekaligus menyempurnakan teori tersebut. Kepler adalah murid dari Tycho Brahe (seorang ilmuwan yang kurang percaya terhadap pandangan heliosentris. Oleh karena itu, dia menyuruh Kepler meneruskan penelitian tentang itu).
Johannes Kepler juga muncul sezaman dengan Galileo. Kepler beragama Kristen Protestan. Dia adalah seorang penulis ulung ang muskil. Kepler berkecimpung dalam dunia ilmu pasti dan keselarasannya daripada dalam pengamatan praktis atau ilmu mekanika.
Tycho Brahe telah mewariskan banyak hal dengan muridnya (J. Kepler), dan dengan memenfaatkan data-data dan alat-alat Tycho Brahe, J. Kepler berhasil menyempurnakan pandangan heliosentis Copernicus.
Johannes Kepler juga menggunakan teori logaritma dan ilmu ukur segitiga (trigonometri) yang disempurnakan. Kepler juga berhasil menunjukkan bahwa planet-planet beredar dalam orbit elip dan matahari sebagai pusat dari tata surya. Ia membandingkan hubungan antara bumi dan matahari seperti hubungan besi dan magnet. Namun, ia belum mengetahui apa penyebab semuanya itu mengelilingi matahari. Keberhasilan Kepler akan pengembangan astronomi tersebut didukung dengan mengembangkan astrologi untuk memperoleh uang (dana), dengan pengembangan-nya itulah Ia dapat mengembangkan ilmu astronomi lebih mendalam.
Johannes Kepler dengan astronomi yang Ia kembangkan, menemukan 3 (tiga) buah hukum astronomi:
a) Orbit dari semua planet berbentuk elips.
b) Dalam waktu yang sama, garis penghubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya sama.
c) Bila jarak antara dua planet (A dan B) dengan matahari adalah x dan y, sedangkan waktu untuk melintasi orbit masing-masing adalah P dan Q Maka: P2:Q2=x2;y2.
Ketiga Hukum Keppler masih dipakai sampai saat ini dalam astronomi, dengan perbaikan seperlunya.
Ketiganya berdasarkan Empiri (Archimedes dan R. Bacon)
Dengan sumbangan besar yang dilakukan Keppler dalam bidang astronomi inilah, kita dapat menyimpulkan bahwa Ia telah memberikan kontribusi terhadap intelektual masyarakat dunia sampai sekarang.


PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, kami ucapkan terima kasih banyak atas perhatian dan partisipasinya tak lupa juga kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan. Kami mengharap tegur sapa serta saran konstruktif dari pembaca yang budiman, Semoga dengan saran tersebut dapat membawa kesempurnaan makalah ini di kemudian hari dan bermanfaat bagi kita semua. Amien…Wallahu A’lamu bi al-Shawab.


BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Susiknan Azhari, M.A, Ensiklopedia Hisab Rukyat.Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008
Dr.M.Solihin, M.A, Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern. Pustaka Setia, Bandung, 2007
Prof.Dr.Bambang Hidayat, Cendekiawan Muslim Asia Abad Pertengahan, Abu Raihan al-Biruni. Suara Bebas, Jakarta, 2007
Wilkes, Keith. 1982. Agama dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Yayasan Cipta Loka Caraka
Khazin, Muhyiddin. 2005. Kamus Ilmu Falak. Yogyakarta : Buana Pustaka. Cet. I
Nasoetion, Andi Hakim. 1989. Pengantar ke Filsafat Sains. Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa
Piran, Felix dan Cristine Roche. 2004. Alam Semesta. Batam Centre : Scientific Press
Dyayadi. 2008. Alam Semesta bertawaf (Keajaiban Sains dalam Alquran). Yogyakarta : Lingkaran
Drs.Burhanuddin Salam. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta : Rineka Cipta. Cet. I
http//chrisantium.blog.frinster.com.

MEMAHAMI HADIS HISAB DAN RUKYAH

MEMAHAMI HADIS HISAB DAN RUKYAH

A. Iftitah
Ketika bulan itu terlihat bulat penuh (memasuki fase bulan purnama), maka bentuk yang demikian itu menjadi tanda pertengahan bulan, kemudian setelah fase bulan purnama ini, bentuk bulan mengecil dari fase sebelumnya, dan setelah memasuki fase selanjutnya, bentuk bulan menjadi tidak kelihatan dari pandangan mata kita di bumi, hal ini terjadi karena posisi bulan yang berada pada arah yang sama terhadap matahari, bagian bulan yang terkena sinar matahari itu membelakangi bumi dimana kita berada. Dengan demikian, bagian bulan yang menghadap kita semuanya gelap . karena perubahan fase bulan yang seperti itu serupa dengan perjalanan cinta yang dulunya rasa kasih serta sayang itu besar kemudian mengecil atau yang dulunya kecil kemudian menjadi besar. Nah, setelah cahaya bulan itu pudar, cahaya bulan itu akan kembali muncul menjadi bulan sabit (cressent) setelah terjadinya konjungsi.
Penentuan waktu-waktu beribadah dalam agama islam didasarkan kepada pergerakan bulan dan matahari, pergerakan matahari menjadi acuan dalam mengetahui awal dan akhir waktu shalat. Sementara bulan itu menjadi acuan dalam menentukan awal bulan kamariah. hal itu kalau kita tinjau dari segi agama islam, adapun peranan bulan dan matahari bagi orang-orang terdahulu adalah sebagai pengatur waktu dalam interaksi hidup mereka.
Dalam memahami hadis Nabi yang berkenaan dengan puasa umat muslim tidak berbeda pendapat akan wajibnya hal itu, namun kenyataannya mereka sekarang berbeda pendapat mengenai masalah mathla’ dengan adanya konsep “Rukyah Global” yang apabila satu Negara melihat hilal di depan mata, maka hal itu telah menunjukkan wajibnya umat muslim sedunia untuk berpuasa. Padahal kalau kita telusuri, apakah ada di zaman Rasulullah fenomena semacam ini terjadi? Hal apakah yang membuat penganut mazhab Rukyah Global ini mempertahankan pendapatnya?

B. Komponen Masalah
Beragam masalah yang timbul dari hadis tentang hisab dan rukyah yang akan kita bahas bersama antara lain adalah:
 Pengertian hisab dan rukyah
 Kriteria awal bulan Qamariah menurut ormas islam di Indonesia
 Pemahaman hadis dalam dunia hisab dan rukyah
 Peran penting Nayyirain (matahari dan bulan) dalam beribadah
 Perbedaan dalam memahami hadis tentang mathla’
 Kaitan antara hilal dan rukyah
 Dasar hukum beragamnya penganut ijtimak

C. Pembahasan
1. Pengertian Hisab dan Rukyah
Rukyah adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal setelah terjadinya ijtima’ (konjungsi). Aktivitas ini dapat dilakukan oleh siapa saja dengan mata telanjang, teropong atau dengan alat Bantu lainnya. Apabila hilal telah dapat dilihat, maka pada petang (magrib) waktu setempat sudah memasuki bulan baru hijriah. Sedangkan hisab adalah perhitungan secara matematis astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender hijriah.
2. Kriteria Awal Bulan Menurut Beberapa Ormas Islam Indonesia
Dalam menetapkan tanggal satu Ramadhan sering terjadi perbedaan antara Muhammadiyah dan NU, juga pemerintah. Muhammadiyah dengan dasar hisab wujud al- hilal yang meskipun secara “hisab” juga dapat diketahui bahwa hilal belum dapat dilihat, jauh-jauh hari sudah berani menetapkan dan memberitahukannya kepada masyarakat.
Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Menteri Agama, menggunakan sistem hisab dan imkanurl-rukyah atau perhitungan dan kemungkinannya hilal dapat dirukyah, jadi, hisab tetap dipakai, tetapi karena secara “hisab” hasil perhitungan ijtima’ (konjungsi) berkisar -0˚ 34’ untuk Merauke dan +0˚ 31’untuk Sabang, juga tidak mungkin atau sangat sulit dilihat, maka tetap menunggu rukyah.
Nahdhatul Ulama’ (NU) yang dikenal dengan sistem rukyahnya, kenyataannya tidak bisa meninggalkan hisab. Bahkan mungkin banyak memiliki para pakar dan ahli hisab. Karena untuk melaksanakan perintah rukyah, para ulama melakukan hisab terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa tinggi hilal pada saat ijtima’ (konjungsi). Sebagaimana penegasan Rasulullah SAW:
صوموﺍ لرﺅيته ﻭﺃﻔﻁﺭﻭا لرﺅيته ﻔﺈﻥﻏﻡ ﻋﻠﻴﮑﻡ ﻔﺄﻜﻤﻠﻭﺍ ﻋﺩﺓ ﺸﻌﺒﺎن ﺜﻼﺜﻴﻥ
(ﺭواهﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯوﻤﺴﻠﻡ)
Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihat (ru’yah) hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka sempurnkanlah bilangan Sya’ban tiga puluh.” (HR.Bukhori dan Muslim)
Banyak perbedaan pemahaman terhadap hadits di atas. Hal inilah yang menjadi akar lahirnya mazhab-mazhab dalam penetapan awal bulan Qamariah. Tapi jika kita analisis lebih dalam, hadits diatas dapat dipahami dan kita jadikan patokan dalam mengawali atau mengakhiri bulan kamariah. Karena masalah ini terkait dengan persoalan ibadah maka nilai kepatuhan (ta’abbud) itu terletak pada ketaatan atas suatu perintah. Karena itu, jika hadits diatas merupakan hadis qauli (ucapan) Rasulullah SAW, maka peringkat akurasi keshahihannya tidak diragukan lagi. Di sisi lain kualifikasinya shahih dan besar kemungkinan derajat hadis ini mutawatir, karena hampir semuanya termasuk dalam sembilan kitab hadis (Al-Kutub al-Tis’ah).
3. Pemahaman Hadis Tersohor Dalam Dunia Hisab Rukyah
Rasulullah SAW bersabda:
صوموﺍ لرﺅيته ﻭﺃﻔﻁﺭﻭا لرﺅيته ﻔﺈﻥﻏﻡ ﻋﻠﻴﮑﻡ ﻔﺄﻜﻤﻠﻭﺍ ﻋﺩﺓ ﺸﻌﺒﺎن ﺜﻼﺜﻴﻥ
(ﺭواهﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯوﻤﺴﻠﻡ)
Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihat (ru’yah) hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka sempurnkanlah bilangan Sya’ban tiga puluh.” (HR.Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits tersebut digunakan kata kerja perintah (fi’il amar) “صوموﺍ” (berpuasalah) dan “ﻭﺃﻔﻁﺭﻭا” (berbukalah atau berlebaranlah) dan indikasi (qarinah)-nya “لرﺅيته” (karena melihat bulan). Dalam kajian Ushul Fiqh, “melihat bulan” ini disebut dengan sebab. Dan kata “صوموﺍ”dan “ﻭﺃﻔﻁﺭﻭا” ini secara umum ditujukan untuk umat muslim seluruhnya. Para ulama’ sepakat bahwa “perintah itu menunjukkan suatu kewajiban” (al-ashl fi al-amar li al- wujub). Dan perintah hadits itu ditujukan pada seluruh umat Islam di dunia. Namun pelaksanaan rukyahnya tidak diwajibkan kepada seluruhnya bahkan mungkin hanya perseorangan.
Secara lahiriah hadits di atas menunjukkan bahwa perintah melakukan rukyah itu ditujukan bagi setiap umat Islam. Namun dalam realitasnya tidak demikian, tidak semua orang muslim memulai puasa dengan melihat hilal terlebih dahulu, bahkan mayoritas orang berpuasa berdasarkan pada berita tentang terlihatnya hilal dari orang lain. Dengan kata lain, berdasarkan seseorang atau beberapa orang yang mengaku melihat hilal.
Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa sabda Rasuluulah SAW itu tidaklah mewajibkan rukyah untuk setiap orang yang hendak memulai puasa Ramadhan. Akan tetapi, hanyalah ditujukan kepada salah seorang atau sebagian orang dari mereka. Rukyah hilal cukup dilakukan oleh seseorang yansliming adil, demikian pendapat jumhur ulama’. Pendapat lain mengharuskan dua orang yang adil.
As-San’ani mengatakan, bahwa menurut lahirnya hadits itu mengisyaratkan rukyah bagi segenap orang, tetapi telah terjadi ijma’ yang menetapkan bahwa rukyah itu cukup dicapai pleh seseorang atau dua orang yang adil. An-Nawawi juga menerangkan bahwa rukyah itu cukup dicapai oleh dua orang yang adil di antara kaum muslimin tidak disyaratkan setiap orang harus melakukan rukyah.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah ru’yah di sini harus dengan mata “telanjang” atau dengan bantuan teknologi? Sementara bumi tempat manusia berada berbentuk bulat, bagaimana jika dalam rukyah dilakukan dengan bantuan pesawat dengan ketinggian tertentu yang dapat dipastikan akan melihat hilal? Belum lagi jika di dalam kenyataannya, jika hisab saja digunakan tanpa rukyah, tentu hasilnya spekulatif atau hipote. Apalagi jika standar hilal dapat dilihat sekurang-kurangnya 2 derajat. Tapi jika rukyah dilaksanakan, sudah pasti menggunakan hisab berdasarkan imkanur-ru’yah dan hasilnya memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
Seperti juga dalam seleksi validitas hadits, dalam rukyah ke-tsiqah-an saksi (syahid) yang terpercaya, yang menyaksikan hilal dalam rukyah, menjadi “kata kunci” keabsahan rukyah dilakukan. Karena itu, di dalam menyikapi persoalan kontroversi atau khilafiah di dalam menentukan awal bulan kamariah, maka dengan merujuk kepada perintah Rasulullah SAW diatas, maka rukyah dilakukan tidak semata-mata pemahaman tekstual hadits, tetapi juga sebagai bentuk akurasi pemahaman sebab, ketika suatu perintah ibadah itu dijalankan.
Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa perintah rukyah itu dikeluarkan Rasulullah SAW pada saat itu, karena teknologi dan sains belum maju. Jawabannya tentu saja ya, tetapi ibadah adalah ibadah, yang rumusnya secara aksiomotik adalah kepatuhan (al-ta’abbud). Sebagaimana dinyatakan Imam Abu Ishaq al-Syatiby dalam al-muwafaqat fi ushul al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, sebagai berikut “al-ashl fid al-‘ibadat bi al-nisbah ila al-mukallaf al-ta’abbud duna al-iltifat ila al-ma’any” (prinsipnya dalam urusan ibadah bagi mukallaf adalah penghambaan bukan berpaling pada rasionalisasi makna).
Menurut ulama’ kontemporer, Wahbah al-Zuhaily dalam al-Fiqh al-Islamy wa Adilatahu, mayoritas ulama’ menegaskan bahwa kewajiban puasa dan berbuka bagi seluruh kaum muslimin digantungkan pada rukyah secara mutlak (muthlaq al-ru’yah).
4. Implementasi Fungsi Hilal Dalam Beribadah
Hilal yang sering disebut dengan“bulan sabit”, yaitu bagian bulan yang tampak terang dari bumi sebagai akibat dari cahaya matahari yang dipantulkan olehnya pada hari terjadinya ijtima’, sesaat setelah matahari terbenam. Dan bulan sabit inilah yang menjadi acuan penetapan awal bulan kamariah dalam agama islam. Apabila setelah matahari terbenam hilal tampak, maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan berikutnya. Dalam dunia astronomi, hilal dikenal dengan sebutan new moon atau crescent.
Hilal dalam al-Qur’an merupakan alat penunjuk waktu bagi manusia. Di dalam agama islam hilal diposisikan sebagai waktu untuk beribadah haji, memulai puasa dan mengakhirinya.Allah swt. Berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿189﴾
Artinya:”Mereka berkata kepadamu tentang bulan sabit? Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. Al-Baqarah:189)
Dalam memahami ayat di atas, kami mengambil dua pendapat Ulama’:
a. Imam Ibnu Katsir rahimahullah
Beliau mengatakan bahwa ayat tersebut menjadi sebuah ketetapan agama dalam mengetahui waktu ‘iddah bagi wanita-wanita dan waktu haji mereka. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi saw:” Allah swt. Menjadikan hilal untuk tanda-tanda waktu bagi manusia. Maka berpuasalah (berniat puasa) karena melihatnya, dan berbukalah (berhari rayalah) larena melihatnya. Jika terhalang atasmu maka hitunglah menjadi 30 hari.”(Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dengan sanad shahih, namun tidak dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
b. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
Allah telah menjadikan hilal sebagai tanda waktu bagi manusia pada hukum-hukum yang ditetapkan dengan syariat, seperti halnya puasa, haji, masa ‘ila, ‘iddah dan kafarat puasa. Kelima hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an. Selain itu termasuk juga puasa nadzar, hutang-piutang, zakat, jizyah, sumpah, perjanjian damai dan hukum-hukum lainnya.
Di lain tempat Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tanda-tanda waktu bagi manusia itu dibatasi dengan sesuatu yang nampak dan jelas. Bermula dari sinilah akhirnya orang mengatakan bahwa dalam menentukan awal bulan puasa harus berpegang kepada Rukyatul-hilal, bukan dengan berpegang kepada hisab. Karena melihat hilal dapat dilakukan oleh semua orang, berbeda dengan hisab yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang tertentu.
Kemudian beliau juga merekomendasikan bahwa hilal tidak akan dinamakan hilal meski telah terbit di langit, tetapi tidak nampak dari permukaan bumi. Dinamakan hilal bila telah terlihat dan diberitahukan kepada khalayak ramai.
Adapun hadis yang mendasari wajibnya seorang muslim berpuasa dan berbuka adalah hadis Nabi saw:
صوموﺍ لرﺅيته ﻭﺃﻔﻁﺭﻭا لرﺅيته ﻔﺈﻥﻏﻡ ﻋﻠﻴﮑﻡ ﻔﺄﻜﻤﻠﻭﺍ ﻋﺩﺓ ﺸﻌﺒﺎن ﺜﻼﺜﻴﻥ
(ﺭواهﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯوﻤﺴﻠﻡ)
Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihat (ru’yah) hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka sempurnkanlah bilangan Sya’ban tiga puluh.” (HR.Bukhori dan Muslim)
Dalam redaksi lain Rasulullah saw. bersabda:
“Bahwasanya Rasulullah SAW menuturkan tentang bulan ramadhan, lalu beliau berisyarat dengan tangannya serta berkata sebulan itu sekian, sekian, dan sekian (dengan menekuk ibu jarinya pada kali yang ketiga), kemudian beliau berkata: “berpuasalah kalian karena melihat hilal (ramadhan), dan berbukalah kalian karena melihat hilal (syawwal), jika tertutup awan atas kalian, maka taqdirkanlah bulan itu 30 hari”.(HR. Muslim dari Ibn Umar)
Hadis Nabi saw:
“berpuasalah kamu semua karena melihat hilal (ramadhan) dan berbukalah kamu semua karena melihat hilal (syawal). Bila hilal tertutup atasmu, maka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban tiga puluh”.(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
5. Menjawab Permasalahan Yang Timbul Dalam Hadis
Dari hadis-hadis di atas muncul permasalahan-permasalahan kompleks, permasalahan yang data kita ambil adalah:
 Apakah perkataan “Shuumuu” yang pernah dikatakan Rasulullah itu khitabnya untuk seluruh umat islam yang berada di seluruh penjuru dunia yang apabila salah seorang di antara mereka melihat hilal, maka seluruh umat muslim di pelosok negeri juga ikut berpuasa; atau hanya mereka yang berada dalam satu mathla’ saja yang diwajibkan berpuasa.
Perbedaan mathla’ hilal adalah perkara yang secara aksiomatik sudah diketahui, baik secara indrawi maupun secara logik. Tidak ada seorang muslim pun yang berselisih dalam hal ini. Akan tetapi, telah terjadi perselisihan di antara para ulama, apakah hal tersebut menjadi pertimbangan dalam menetapkan awal puasa Ramadhan dan hari raya, ataukah tidak?
Untuk menjawab permasalahan di atas kami mengambil beberapa pendapat para ulama’;
 Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah
Beliau mengatakan bahwa apabila seseorang berpuasa di Saudi atau di Negara lain yang memulai puasanya lebih dahulu dari pada Negara yang akan ia kunjungi, kemudian sisanya berpuasa di Negara yang ia kunjungi tersebut, maka ia harus berbuka bersama penduduk Negara tersebut meskipun lebih dari satu hari. Selanjutnya beliau berdalih dengan hadis Nabi saw:” Puasa adalah hari semua kalian berpuasa, dam berbuka adalah ketika kalian berbuka.”
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa kalau seseorang berpuasa kurang dari 29 hari karena bersafar, maka hendaklah ia menyempurnakannya, karena bulan tidak kurang dari 29 hari.
 Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah
Beliau juga mengatakan hal yang senada dengan pendapat Syaikh Abdullah bin Baz, yaitu Setiap muslim berpuasa dan berbuka bersama kaum muslimin di negaranya. Hendaklah kaum muslimin memperhatikan hilal di Negara tempat tinggal mereka, karena mathla’ berbeda-beda. Jika misalkan sebagian muslimin berada di Negara yang bukan islam, dan di sekitar mereka tidak ada yang memperhatikan rukyah hilal-maka dalam hal ini-tidak mengapa mereka berpuasa dengan kerajaan arab Saudi.
 Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari
Mengatakan bahwa apabila salah seorang dari penduduk negeri yang melihat hilal pergi ke negeri yang tidak melihat hilal dan kedua negeri itu berbeda mathla’ maka wajiblah mengikuti mereka dalam berpuasa pada akhir bulan sekalipun sudah cukup puasanya tiga puluh hari, karena ia berpindah ke negeri mereka maka ia menjadi salah seorang penduduknya. Dan begitu juga sebaliknya, yakni kalau seorang dari penduduk negeri yang tidak melihat hilal yang penduduk kedua negeri itu berbeda mathla’, maka wajiblah baginya menyesuaikan waktu berbuka dengan penduduk negeri itu sekalipun puasanya kurang dari dua dari tiga puluh hari, karena dengan berpindahnya ke negeri yang melihat hilal dan menjadi salah seorang penduduknya. Dan diqadhanya sehari kalau puasanya hanya dua puluh delapan hari, karena dalam satu bulan itu tidak akan terjadi hanya dua puluh delapan hari. Kalau puasanya dua puluh sembilan hari maka tidak perlu diqadha karena sebulan kadang-kadang hanya dua puluh sembilan hari.


 Prof.Dr. Muhammad Quraisy Shihab
Tidak wajib bagi kita untuk menyamakan ketetapan awal dan akhir puasa dengan kerajaan Arab Saudi, karena masing-masing Negara berbeda mathla’nya.
Dari beberapa pendapat para ulama di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hadis Nabi saw.”Shumuu” itu khitabnya hanya untuk masyarakat muslim yang mathla’nya tidak berbeda. Dan ulama telah sepakat bahwa mathla’ hilal berbeda-beda.dan hal itu diketahui secara bukti empiris dan logik. Akan tetapi mereka berselisih tentang diberlakukan atau tidak (perbedaan mathla’ tersebut) dalam memulai puasa Ramadhan dan mengakhirinya. Ada dua pendapat:
1. sebagian imam fiqih berpendapat, bahwa perbedaan mathla’ diberlakukan dalam menentukan awal dan akhir puasa.
2. sebagian mereka tidak memberlakukannya. Dan masing-masing kelompok berlandaskan Al-Qur’an, As-sunnah serta Qiyas. Dan terkadang pula antara kedua kelompok tersebut juga menngunakan dalil yang sama, seperti firman Allah, “Barang siapa di antara kalian yag menyaksikan bulan, maka berpuasalah.”(QS.Al-Baqarah:185)
Dan sabda Nabi saw,” Berpuasalah kalian dengan melihatnya, dan berbukalah dengan melihatnya.”
Perbedaan itu muncul karena perbedaan mereka dalam memahami nash-nash dan cara yang mereka gunakan dalam berisistidlal.
Sejauh penulusuran kami terhadap literatur-literatur islam, bahwa kelompok kedua inilah yang disebut dengan penganut “Rukyah Global” yang berprinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk negeri yang lain harus ikut berpuasa sebagaimana penduduk negeri yang melihat hilal tersebut, dalam artian juga sama-sama memasuki bulan baru meskipun belum melihat hilal. Golongan ini berpatokan dengan melihat umumnya perintah Nabi untuk berpuasa dan berhari raya dengan melihat hilal. Menurut mereka, perintah tersebut mencakup seluruh umat islam dan di Negara manapun mereka tinggal.
Melihat hal sedemikian itu, kami lebih cenderung untuk mengatakan bahwa hilal yang dapat dilihat dari suatu Negara tidak berlaku bagi Negara lain yang berbeda mathla’ untuk mengikutinya, karena berdasarkan nash-nash yang telah disebutkan di atas begitu juga kalau kita mengqiyaskan masalah ini terhadap permasalahan shalat yang jelas-jelas tidak boleh kita melaksanakan shalat Isya di Semarang pada waktu magrib dengan alasan mengikuti daerah Kalimantan Selatan yang termasuk waktu Indonesia bagian tengah.
Jadi, menurut hemat kami, penentuan awal bulan dengan kriteria “Rukyah Global” terasa rancu dalam menggunakannya, dan kriteria “Rukyatul-Hilal” yang digunakan NU serta kriteria “Imkanur-rukyah MABIMS” lebih cenderung kepada kebenaran dalam penentuan awal bulan Hijriah. Karena konsekuensi kriteria ini adalah jika bulan berhasil dilihat dengan batas minimum tinggi hilal dua derajat, maka ditetapkan sebagai awal bulan Hijriah. Tetapi jika tidak, maka memberlakukan konsep istikmal (menyempurnakan bulan 30 hari).
 Kaitan Antara Hilal dan Rukyah
Adapun Keterkaitan antara hilal dengan rukyah dalam penentuan awal bulan Qamariah, posisi hilal ini dinilai berkisar pada tiga keadaan, yakni:
 pasti tidak mungkin dilihat (istihalah al-rukyah),
 mungkin dapat dilihat (imkanur-rukyah),
 pasti dapat dilihat (al-qath’u bi al-rukyah)
Rukyah pada malam ketiga puluh dari bulan kamariah itu boleh-boleh saja dilakukan oleh semua orang, namun ketika dikaitkan dengan masalah ibadah yang sekaligus hasil rukyah tersebut menjadi landasan orang dalam melakukan ibadah kepada Allah, maka para Ulama’ merumuskan syarat-syarat diterimanya rukyah, yaitu sebagai berikut:
• Kesaksian rukyah dapat di terima apabila ketinggian hilal 2 derajat dan jarak ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam.
• Apabila ketinggian hilal 2 derajat atau lebih, awal bulan dapat ditetapkan.
• Pelaku ru’yah itu adil dalam persaksiannya.
• Dalam bersaksi, pelaku rukyah harus didampingi oleh dua orang saksi yang adil pula.
Maksudnya, pelaku ru’yah yang bisa diterima persaksiannya yakni orang adil yang melihat hilal, artinya apabila dikehendaki memberikan syahadat (persaksian)-nya di hadapan hakim, maka harus ada dua orang yang adil yang menyaksikan bahwa si Fulan itu bersaksi bahwa ia melihat hilal.
Sebaliknya, hasil rukyah dapat ditolak dengan syarat:
• Jika para ahli hisab dengan dasar-dasar yang qath’i (pasti) sepakat tidak adanya imkanur rukyah (dapat diru’yah)
• Jika jumlah ahli hisab mencapai batas mutawatir, maksudnya orang-orang yang mengumumkan hisab tersebut mencapai jumlah mutawatir maka persaksian ru’yah itu di tolak.
Sebenarnya ada beberapa aliran dalam menetapkan awal bulan Qamariah dengan menggunakan sistem hisab hakiki. Paling tidak, ada dua aliran besar:
(a) aliran yang berpegang pada ijtima’ semata, dan
(b) aliran yang berpegangan pada posisi hilal di atas ufuk.
a. Aliran Ijtima’ Semata
Aliran ini menetapkan bahwa awan bulan Qamariah itu mulai masuk ketika terjadinya ijtima’ (konjungsi). Para pengikut aliran ini mengemukakan adagium yang terkenal “ Ijtima’u an-Nayyiraini itsbatu bayna asy-Syahrayni”, yang artinya bertemunya dua benda yang bersinar (matahari dan bulan) merupakan pemisah antara dua bulan. Kriteria awal bulan yang ditetapkan oleh aliran ini sama sekali tidak memperhatiakn ru’yah. Jadi, menurut aliran ini ijtima’ merupakan pemisah antara dua bulan Qamariah yang berurutan. Waktu yang berlangsung sebelum terjadinya ijtima’ termasuk bulan sebelumnya. Sedangkan waktu yang berlangsung sesudah ijtima’ termasuk bulan baru. Fenomena alam yang dihubungkan dengan saat ijtima’ itu tidak hanya satu, sehingga aliran ijtima’ semata ini terbagi lagi dalam sub-sub aliran yang lebih kecil lagi: ijtima’ qabla al-ghurub, ijtima’ qabla al-fajr, ijtima’ dan terbit matahari, ijtima’ dan tengah hari, dan ijtima’ tengah malam.
Ijtima’ qabla al-Ghurub
Aliran ini mengkaitkan saat ijtima’ dengan saat terbenam matahari. Kelompok ini membuat kriteria jika ijtima’ terjadi sebelum terbenam matahari maka malam hari itu sudah dianggap bulan baru (newmoon). Namun, bila ijtima’ terjadi setelah terbenam matahari, maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari terakhir dari bulan Qamariah yang sedang berlangsung.
Aliran Ijtima’qabla al-ghurub ini menetapkan bahwa pergantian hari atau tanggal terjadi pada saat terbenam matahari. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surah Yasin ayat 40.
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ ﴿40﴾
Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari medapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS Yasin:40)
Para ahli hisab memahami bahwa ungkapan wa la al-Laylu sabiqu an-Nahar menunjukkan bahwa permulaan hari atau tanggal adalah saat terbenam matahari, yakni saat bergantinya siang menjadi malam. Pendapat para ahili hisab ini diperkuat juga dengan praktek rukyah yang dilakukan oleh para sahabat.
Ijtima’ qabla al-Fajr
Beberapa orang ahil hisab mensinyalir adanya pendapat yang menetapkan bahwa permulaan bulan Qamariah ditentukan pada saat itima’ dan terbit fajar. Mereka menetapkan kriteria bahwa “apabila ijtima’ terjadi sebelum terbit fajar maka maka sejak terbit fajar itu sudah masuk buklan baru dan apabila ijtima’ terjadi sesudah terbit fajar maka hari sesudah terbit fajar itu masih termasuk hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung. Mereka juga berpendapat bahwa saat ijtima’ tidak ada sangkut pautnya dengan terbenam matahari.”
Ijtima’ dan Terbit Matahari
Kriteria awal bulan Qamariah menurut aliran ini adalah apabila ijtima’ terjadi di siang hari maka siang itu, yakni sejak terbit matahari tersebut maka malamnya sudah termasuk bulan baru. Akan tetapi sebaliknya, jika ijtima’ terjadi di malam hari maka awal bulan dimulai pada siang hari berikutnya.
Ijtima’ dan Tengah Hari
Menurut aliran ini, kriteria awal bulan Qamariah adalah apabila ijtima’ terjadi sebelum tengah hari (jawal) maka hari itu sudah termasuk bulan baru. Akan tetapi jika ijtima’ terjadi sesudah tengah hari, mka hari itu masih termasuk bulan yang sedang berlangsung.
Ijtima’ dan Tengah Malam
Kriteria awal bulan menurut aliran ini adalah apabila ijtima’ terjadi sebelum tengah malam maka sejak tengaha malam itu sudah masuk awal bulan. Akan tetapi, bila ijtima’ terjadi terjadi sesudah tengah malam, maka malam itu masih termasuk bulan ynag sedang berlangsung dan aweal bulan (newmoon) ditetapkan mulai tengah malam berikutnya.
b.Aliran Ijtima’ dan Posisi Hilal di atas Ufuk
Para penganut alitran ini mengatakan bahwa awal bulan Qamariah dimulai sejak saat terbenam matahari satelah ijtima’ dan hilal pada saat itu sudah berada di atas ufuk. Dengan demikian, secara umum kriteria yang dijadikan dasar untuk menetapkan awal bulan Qamariah oleh para pengikut aliran ini adalah:
 Awal Bulan Qamariah dimulai sejak matahari terbenam setelah terjadi ijtima’.
 Hilal sudah berada di atas ufuk pada saat matahari terbenam.
Dalam sistem ini terbagi menjadi tiga bagian, yakni:
1. Sistem yang berpedoman pada ufuk hakiki, yakni ufuk yang berjarak 90˚ dari titik zenith. Prinsip utama dalam sisitem ini adalah sudah masuk bulan baru, bila hasil hisab menyatakan hilal sudah di atas ufuk hakiki, walaupun belum imkanur ru’yah. Sehingga sistem ini dikenal dengan sistem hisab wujud al-hilal sebagaimana prinsip yang dipegang Muhammadiyah.
2. Sistem yang berpedoman pada ufuk mar’i, yakni ufuk hakiki dengan memperrtimbangkan refraksi (bias cahaya) dan tinggi tempat observasi.
3. Sistem yang berpedoman pada imkanur-rukyah. Jadi, meskipun posisi hilal sudah wujud di atas ufuk hakiki atau mar’i, awal bulan Qamariah masih tetap belum bisa ditetapkan, kecuali apabila hilal sudah mencapai posisi yang dinyatakan dapat dilihat.

D. Al-Ikhtitam
Dari pembahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa:
 Awal bulan kamariah dalam islam ditetapkan dengan terbitnya hilal setelah terjadinya ijtima’ pada petang hari.
 Menggenapkan bulan tiga puluh hari (Istikmal) jika pada malam ketiga puluh dari bulan kamariah hilal tidak dapat dilihat.
 Mathla’ al-hilal suatu Negara berbeda dengan negara lain, maka dalam penetapan awal bulan kamariahnya punga berbeda.
 Kriteria dalam menetapkan awal bulan ada beraneka ragam:
o NU dengan konsep Rukyatul-Hilal.
o Muhammadiyah dengan konsep Wujudul-hilal.
o Hizbut-Tahrir dengan konsep Rukyah Global.
o Pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama MABIMS dengan konsep Imkanur-Rukyah.
 Selain perbedaan Mathla’ yang menjadikan awal bulan kamariah berbeda, juga disebabkan pemahaman terhadap konsep ijtima’ yang bermacam-macam.
 Jika masalah perbedaan awal bulan antara mazhab hisab dan mazhab rukyah tidak bisa dikompromikan, hendaknya tidak kita tidak saling bermusuhan agar tercipta keharmonisan dalam bermasyarakat.
Alhamdulillah, dengan karunia Allah kami dapat menyelesaikan tugas ini, meskipun masih banyak kesalahan dan kerancuan di dalamnya. Maka dari itu kami mohon maaf. Dan kami mohon Kritik dan saran konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wallahu a’lamu bis-shawab

E. Daftar Pustaka
Muhammad al-Falaky. Haul Asbab Ikhtilaf Awa’il asy-Syuhur al-Qamariyah, dalam Dirasat Haul Tauhid al-A’yad wa al-Mawasim ad-Diniyah, Idarah as-Syu’un-ad-Diniyah: Tunis, 1981.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Sabilal-Muhtadin, Daru Ihya’i-kutubil-arabiyyah: Mesir, 1276 H.
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adilatahu, Dar al-Fikr:Beiru:, juz III, 1984
An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, juz VII, Dar al-Fikr:Beirut, 1972.
Abi Ishaq Ibrahim ibn Musa al-Gharnathy al-Syatiby, al-Muwafaqat fi Ushul al-ahkam, juz II, Dar al-Fikr:Beirut, 1341 H.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari Syarh Sahih Bukhori, cet.I, juz IV,Dar al-Kutub: Beirut,1989.
Abu Yusuf Al-Atsary, pilih hisab atau rukyah, Darul-muslim:solo, 2006.
Tono Saksono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyah, Amythas Publicit:Jakarta, 2007.
Muhammad Mansur ibn al-Hamid ibn Muhammad ad-Darimy. Sulam Nayyirayni fi Ma’rifah al-Ijtima’ wa al- Kusufayn, Al-Madrasah Al-Khairiyah Al-Mansurriyah :Jakarta
Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, Erlangga:Jakarta, 2007.
Depag RI. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah,
As-San’ani, Subulu as-Salam