Cari Blog Ini

Senin, 10 Januari 2011

PENGARUH TIME ZONE TERHADAP PERNIKAHAN

PENGGALIAN MASALAH
Tujuan dan Latar Belakang Penulisan
Pada masa sekarang ini, pernikahan merupakan hal yang sewajarnya dilakukan oleh seorang lelaki dan wanita yang sudah sampai usianya untuk menikah.
Di Indonesia, kawin lari menjadi jalan pintas yang dianggap pantas akibat tidak berkenan-nya seorang istri untuk dipoligami sang suami. Hal ini telah menjadi perdebatan panjang antara kalangan penegak hukum dan para ulama dalam boleh tidaknya melakukan kawin lari. Namun, itulah yang sudah seharusnya yang kita terima selaku mahasiswa yang memahami perbedaan, karena memang kita tidak bisa memaksakan kehendaki kita atas dalih dan keyakinan mereka.
Sementara pernikahan kedua yang dilakukan seorang suami yang telah memenuhi syarat-syarat dibolehkannya poligami dalam undang-undang keperdataan islam di Indonesia, maka tidak dipermasalahkan, Begitu juga pernikahan pertama yang telah memenuhi syarat dalam undang-undang di Indonesia.
Pemaparan di atas adalah pemahaman yang saya tangkap selama ini, akan tetapi setelah saya menonton film KCB 1 & 2, maka timbul permasalahan penting yang menjadi motivasi bagi pegawai KUA maupun hakim atau jaksa yang ada di pengadilan agama untuk belajar ilmu falak.
Ternyata, yang selama ini kita sepakati bersama akan kebolehan penghulu menikahkan seorang gadis yang walinya tidak ada atau jauh dari si gadis, hal itu akan terasa kurang lengkap bahkan akan menjadi masalah besar di kemudian hari seandainya keilmuan seorang hakim atau penghulu tidak dilengkapi dengan Ilmu Falak.
Singkatnya begini, Azzam (KCB) mahasiswa Indonesia yang kuliah di Al-Azhar Kairo mau tidak mau berjualan bakso dan tempe demi mencari sesuap nasi karena ayahnya meninggal dunia, sementara ibu dan adik-adiknya membutuhkan biaya hidup (living cost), begitu juga biaya kuliah Husna. Nah, karena sembilan tahun Azzam tidak berjumpa dengan keluarganya, timbullah rasa rindu Husna (adik Azzam), sehingga ia sering menulis surat untuk kakanda Azzam di Kairo. Maklum, mereka sering surat-menyurat karena tidak punya hp. Dari sedikit cerita di atas, saya menemukan masalah, yaitu : “jika Husna dinikahkan oleh penghulu sebagai walinya di Surakarta lantaran jauhnya jarak kakaknya Azzam yang berada di Mesir, kemudian dalam hari yang sama Azzam juga menikahkan adiknya (Husna) dengan Hafez di Mesjid Amr bin Ash tanpa sepengetahuan Husna. Tepatnya lagi, penghulu menikahkan Husna setelah shalat ashar berjamaah di mesjid, sementara Azzam menikahkan adiknya setelah sholat zuhur. Nah, manakah yang berhak menjadi suami Husna meski ia sudah melahirkan seorang bayi dari suami yang menikahinya di Indonesia?”

PERUMUSAN HEPOTESA
Dari permasalahan yang timbul di atas, tanpa berfikir panjang mungkin kita akan menjawab bahwa yang berhak menjadi suami Husna adalah lelaki yang menikahinya di Mesir, karena akad nikah dilaksanakan setelah zuhur yang tentu lebih dahulu waktunya dari pada waktu ashar yang digunakan untuk acara akad nikah di Surakarta. Dan konsekuensinya adalah pernikahan yang sah yang dilakukan di Indonesia harus dibatalkan karena memang demikian kejadiannya menurut waktu yang lebih dahulu datang.

VERIFIKASI (EKSPERIMEN / ANALISIS DATA)
Hepotesa Permasalahan di atas akan berubah seratus delapan puluh derajat jika kita berfikir secara ilmiah dan empiris. Karena dalam memutuskan lelaki mana yang berhak menjadi suami Husna dibutuhkan seorang Hakim atau penghulu yang cakap dalam bidang geografi dan fisika. Karena kasus yang terjadi meliputi dua Negara yang berbeda keadaan alam dan letak geografisnya.
Ilmiahnya, bumi yang berotasi 24 jam sehari semalam mengakibatkan pergantian siang dan malam. Rotasi ini berputar dari timur ke barat, sehingga timbullah pembagian waktu yang beraneka ragam sesuai dengan letak geografis masing-masing tempat.
Secara astronomis, pembagian waktu ini disebutkan juga dengan time zone.Waktu Zone adalah waktu yang ditempuh dalam 1 kali putaran 360 sama dengan waktu 24 jam. Setiap zone waktu setempat besarnya 15o atau 360 / 24 = 15o = 1 jam = 60 menit. Dengan demikian perbedaan setiap zone waktu besarnya 15o = 1 jam. Waktu lokal (Local Mean Time) adalah waktu yang sesuai dengan waktu bujur setempat. Misalnya : 105 (WIB) berbeda 7 jam dari UT (waktu Greenwich). Jadi 105o / 15o = 7 WIB, 120o / 15o = 8 WITA, 135o / 15o = 9 WIT.
Hal ini berarti bahwa setiap kota yang bujur daerahnya berbeda satu derajat dengan daerah kota maka perbedaan waktu antara kota A dan B adalah satu menit. Jika di Greenwich jam 07.00 pagi, maka dalam waktu yang sama kota A yang mempunyai bujur 1 derajat BT menunjukkan pukul 07.04, dan kota B yang mempunyai bujur 2 derajat BT menunjukkan pukul 07.08. hal ini terjadi karena rotasi bumi yang berputar dari timur ke barat.
Berbicara tentang waktu penyelenggaraan akad nikah yang dilakukan di dua tempat yang berbeda dalam hari yang sama seperti saya sebutkan di atas, detailnya adalah: akad nikah di mesir pada tanggal 27 desember 2009/ 11 muharram 1431 H, anggap saja akad nikah diucapkan pada jam 12.20 setelah shalat zuhur.
Akad nikah di surakarta pada tanggal 27 desember 2009/ 11 muharram 1431 H, anggap saja akad nikah diucapkan pada jam 15.30 WIB setelah shalat ashar.

Nah, berarti dalam menyelesaikan permasalahan siapakah yang berhak menjadi suami husna, terlebih dahulu kita mencari data geografis dua Negara yang bersangkutan (Surakarta dan Kairo):
Lintang Surakarta : 07. 32 LS Lintang Kairo : 30. 01 LU
Bujur Surakarta : 110. 50 BT Bujur Kairo : 31. 13 BT
Setelah kita mengetahui berapa besar lintang dan bujur kedua Negara tersebut, kemudian kita masukkan data tersebut ke dalam rumus:
I. Interpolasi Waktu = ( d) : 15
Keterangan: WIB = 105, WITA = 120, d WIT = 135
Setelah interpolasi waktu didapatkan, maka:
II. Waktu Daerah = Waktu Pertengahan – Interpolasi Waktu
Jadi, waktu setempat di surakarta (07. 32 LS) pada jam 15.30 WIB adalah:
((110. 50 - 105) : 15) = 23 menit 20 detik
15.30 + 23 menit 20 detik = Di surakarta jam 15.53.20 = 08.30 GMT.
Sementara di Kairo (31. 13 BT) menunjukkan pukul:
((31. 13 - 00) : 15) = 2 jam 4 menit 52 detik.
08.30 + 02.04.52 = Di Kairo jam jam 10.34.52 = 08.30 GMT
Maka jam 12.20 waktu Kairo = 10.15.08. GMT.
Dengan demikian, Husna menikah di Surakarta pada jam 15.53.20 waktu setempat = jam 08.30 GMT. Sementara Azzam menikahkan adiknya Husna pada 12.20 jam Kairo = 10.15.08. GMT.
Maka, selisih waktu antara Kairo dan Surakarta
((110.50-31.13): 15) = 5 jam 18 menit 28 detik.
15.53.20 (waktu Surakarta) – 10.34.52 (waktu Kairo) = 5 jam 18 menit 28 detik.


KESIMPULAN
Dengan pembuktian ilmiah dan empiris yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan Husna yang berwalikan seorang penghulu di Surakarta lebih dahulu dari pada waktu akad nikah yang dilakukan oleh Azzam yang menikahkan adiknya di mesjid Amr bin Ash. Meski tampaknya pernikahan yang di Kairo-lah yang lebih dahulu karena dilakukan setelah shalat zuhur, akan tetapi justru pernikahan yang di Surakarta yang dilaksanakan setelah ashar-lah yang lebih dahulu karena adanya perbedaan waktu (time zone).
Jadi, dalam memutuskan siapa yang berhak menjadi suami Husna adalah lelaki yang mengucapkan akad nikah di Surakarta, meskipun kedua pernikahan pada hari itu hukum-nya sah menurut islam. Dan konsekuensinya adalah pernikahan di Mesir di-fasakh, dan pernikahan di Surakarta tetap eksis merajut cinta dalam membangun rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar